"Hal ini memang ada aturan cukainya. Tetapi masih ada hal-hal yang perlu disikapi pemerintah baik dari sisi regulasinya maupun sisi fiskalnya sehingga tercipta iklim usaha yang pasti dan berkelanjutan," kata Direktur Urusan Eksternal HM Sampoerna Elvira Lianita dalam keterangan tertulis, Jakarta, Senin, 25 Maret 2019.
Menurutnya, rokok tanpa asap memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah ketimbang rokok yang dibakar. "Kalau dipanaskan maka pembentukan zat-zat kimia yang berbahaya maupun berpotensi berbahaya, lebih kecil ketimbang jika dibakar," ungkap Elvira.
Selain menunggu regulasi terkait rokok tanpa asap, HM Sampoerna juga sedang mempelajari pemahaman masyarakat terhadap perbedaan Iqos dengan rokok yang dibakar.
"Kami tidak mungkin meluncurkan kalau perokok tidak paham perbedaannya antara Iqos dan rokok. Jadi kami harus memastikan bahwa perokok dewasa paham perbedaannya, sehingga mereka bisa memilih dengan informasi yang cukup," jelas dia.
HM Sampoerna saat ini masih menghitung potensi pasar rokok tanpa asap di Indonesia. Potensi pasar rokok tanpa asap di Indonesia dinilai besar seiring dengan keinginan konsumen yang mengharapkan produk tembakau dengan risiko yang lebih rendah.
"Produk ini berpotensi di Indonesia, mengingat perokok di Indonesia cukup besar. Ada 47 juta perokok di Indonesia," pungkas Elvira.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News