Direktur Utama Martina Berto, Bryan David Emil Tilaar mengatakan, strategi dilakukan guna mengembangkan bisnis disaat tren yang sangat sulit. Ini dilakukan agar produk yang terjual tetap banyak.
"Dari 2015, kami jalankan strategi brand management equity yang berbasis pada konsumen. Kami atur sembilan brand, kami harus make sure bahwa brand ekuitas dari brand itu baik di pasar. Harus diingat lagi daya beli lagi susah, pasti strateginya harus luar biasa, kalau daya beli gampang pasti akan gampang kita jual," tegas Bryan, ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (13/1/2016).
Selain melakukan strategi branding, Martina Berto pun menjalankan renovasi existing terhadap Martha Tilaar shop dan bekerja sama dengan pusat perbelanjaan (mal). Namun demikian, untuk menggandeng pusat perbelanjaan bukan hal yang mudah didapatkan.
"Dengan mal bukan suatu yang gampang. Mal juga menaikkan fee kita akibat rupiah lemah, dan mal naikkan maintenance fee kita. Bisnis yang ada di mal berdampak banyak bagi bisnis kita," urai Bryan.
Peningkatan penjualan, sambung Bryan, perseroan pun membangun hubungan yang baik dengan independent retailer, seperti pasar retail modern yang ada di kota besar dan di luar negeri. Tujuannya, agar perseroan bisa lebih besar mengembangkan bisnisnya.
"Kita berhubungan dengan baik ke Hypermart, supermarket, minimarket dan lainnya. Kita juga lakukan efisiensi dan efektivitas di dalam manufaktur kita. Lalu juga ada konsolidasi di dalam. Dari sisi internasional, kita juga melakukan, ada di Malaysia, Brunei Darussalam, Asia Pacifik, dan lainnya," tambah Bryan.
Paling tidak, meski bisnis bergejolak di tahun lalu, namun dengan menggunakan mekanisme bisnis seperti yang telah direalisasikan sepanjang 2015. Penjualan dan pemasaran produk perusahaan tetap membukukan kinerja bisnis yang positif.
"Akhir tahun belum audited (belum audit). Tapi catatan kami, angka tumbuhnya 3,4 persen di 2015, bila dibanding 2014," pungkas Bryan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News