Hal itu disampaikan Sri Mulyani saat menjadi pembicara di Muktamar IV Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), di Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 23 Agustus 2019.
"Di peta global kita belum termasuk 10 besar di economic islamic index, karena belum hitung instrumen berbasis syariah. Di dalam ekonomi islam, indeks dihitung berdasarkan indikator lain yakni industri berbasis syariah. Dalam sektor itu, kita masih sangat tertinggal," kata dia.
Dirinya menambahkan pemerintah sudah banyak menerbitkan instrumen keuangan berbasis syariah. Mulai dari sukuk, green sukuk, bahkan yang terbaru adalah Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) ritel yang menyasar kalangan milenial.
Tak hanya soal instrumen syariah, Indonesia juga masih kalah dalam hal peta industri halal dunia. Dengan omzet yang mencapai USD2,1 triliun, Indonesia hanya berkontribusi sekitar USD174 miliar. Kontribusi makanan halal hanya berasal dari Indofood.
"Untuk makanan halal RI sebagai penduduk muslim terbesar dunia tentu memiliki potensi, tapi siapa yang ada di dalam peta dunia, tidak ada kecuali Indofood," jelas dia.
Sayangnya, sumber daya manusia (SDM) masih jadi kendala untuk mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia. Meski potensi SDM cukup banyak, namun kualitas SDM yang ada dinilai belum memadai guna mendorong ekonomi syariah nasional.
"Jumlah banyak tapi kualitas kita bukan bagian paling top di dunia. Ini mencerminkan kualitas SDM Indonesia secara umum. Dari SDM kita perlu upaya investasi agar SDM Indonesia unggul sehingga kita maju," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id