Ketua AMII Edward P Lubis menjelaskan risiko investasi di instrumen obligasi lebih besar dibandingkan dengan deposito. Hal itu yang menjadi alasan AMII mengusulkan tarif pajak obligasi tersebut.
"Playing field kan sama, jadi maksudnya equal treatment dengan insutrumen lain karena kita kan investasi. Misal Deposito 20 persen, kita (obligasi) harusnya lebih murah. Ini ada risiko dan tidak bisa disamakan dengan yang lain," kata Edward saat ditemui di Kantor BEI, Jakarta, Senin, 25 Februari 2019.
Ia mengatakan, paling tidak tingkat bunga obligasi disamakan dengan pajak yang dikenakan untuk instrumen reksa dana. Saat ini untuk pajak reksa dana berkisar 5-10 persen.
"Kami harap bisa turun kompetitif, jadi dibikin gradasinya. Kalau savingkan dana idle, perlu tax lebih besar. Kalau investasi lebih kecil harusnya," ujar dia.
Adapun, besaran pajak Surat Berharga Negara saat ini sebesar 15 persen. Di sisi lain, Edward juga menyinggung soal pajak reksa dana dan kontrak investasi kolektif (KIK). Ia berharap pajak kedua instrumen tersebut dapat tersimplifikasikan sehingga tidak ada tumpang tindih pajak.
"Itu semua kalau bisa pajaknya di simplfikasi, itu bagi kami yang harus diperjuangkan supaya kan instrumen ini menarik," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id