Penetapan penundaan juga tidak berpengaruh pada perdagangan saham emiten berkode saham BFIN itu di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sebagai salah satu perusahaan publik, hak pemegang saham ialah melakukan transaksi bisnis berupa jual-beli saham di bursa.
"Bisnis kami saat ini berjalan normal seperti biasa," ungkap Sudjono melalui keterangan resmi yang diterima, Selasa, 31 Juli 2018.
Kuasa hukum BFI, Hotman Paris Hutapea, secara tegas membantah pengumuman tentang pemblokiran atas PT BFI pada 30 Juli 2018 di media massa yang disampaikan Kantor Hukum Hutabarat Halim dan rekan selaku kuasa hukum PT Aryaputra Teguharta (PT APT).
Menurut dia, PTUN Jakarta tidak pernah memblokir kepemilikan saham di PT BFI. Lagi pula, PTUN Jakarta tidak berwenang secara absolut mengadili perihal kepemilikan saham sebab kewenangan mengadili kepemilikan saham ialah kewenangan peradilan umum atau dalam hal ini pengadilan negeri (PN).
Bahkan, PN Jakarta Pusat telah enam kali mengeluarkan surat yang menetapkan Putusan Mahkamah Agung RI No 240 PK/PDT/2006 tanggal 20 Februari 2007 (Putusan PK No 240/2006) tidak dapat dilaksanakan (non-executable).
"Jadi terhadap dalil-dalil yang disampaikan PT APT yang mengklaim kepemilikan saham pada PT BFI telah dijawab dan terbantahkan dengan enam surat dari PN Jakarta Pusat yang menetapkan bahwa Putusan PK No 240/2006 yang dipakai sebagai dasar kepemilikan saham oleh PT APT adalah putusan yang tidak dapat dilaksanakan," tegasnya.
Pada 26 Februari 2018, PT APT mengajukan permohonan pencabutan atas Surat Keputusan Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) sehubungan dengan kepemilikan saham PT BFI, tetapi permohonan PT APT itu ditolak Dirjen AHU.
Atas penolakan itu, PT APT mengajukan permohonan penundaan pelaksanaan (skorsing) kepada PTUN Jakarta tertanggal 16 Mei 2018. Permohonan skorsing dikabulkan majelis hakim PTUN pada 19 Juli 2018. (Media Indonesia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News