Sedangkan bursa saham AS pada Senin, 2 September 2019 ditutup memperingati hari buruh, namun bursa berjangka Wall Street terlihat berada di zona merah. Data Caixin Manufacturing PMI Tiongkok di Agustus yang dirilis menunjukkan peningkatan menjadi 50,4 dari sebelumnya 49,9 pada Juli dan lebih tinggi dari perkiraan konsesus 49,8.
"Pagi ini indeks Jepang, Korea, dan Singapura dibuka melemah. Pengaruh eskalasi tarif perang dagang terlihat masih memengaruhi bursa. Minimnya sentimen positif, kami perkirakan IHSG cenderung datar dan masih rawan koreksi," ungkap Samuel Research Team, seperti dikutip dari riset hariannya, di Jakarta, Selasa, 3 September 2019.
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berhasil menguat hingga Rp14.190 per USD. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data inflasi Agustus 2019 sebesar 0,12 persen secara bulanan (mom) lebih rendah dari konsesus yang berada di level 0,16 persen. Sedangkan tingkat inflasi Januari–Agustus 2019 tercatat 2,48 persen.
"Dan tingkat inflasi secara tahunan (yoy) sebesar 3,49 persen. Pasar domestik menanti data selanjutnya yaitu cadangan devisa Agustus yang akan dirilis Jumat ini," sebut Samuel Research Team.
Di sisi lain, saham berjangka Amerika Serikat merosot pada akhir perdagangan Senin waktu setempat (Selasa WIB), setelah Washington dan Beijing memberlakukan tarif impor baru atas barang satu sama lain. Sementara Argentina memberlakukan kontrol modal dan memberikan sorotan baru pada risiko emerging-market.
Amerika Serikat mengenakan tarif 15 persen untuk berbagai barang Tiongkok dan Tiongkok mulai mengenakan bea baru pada daftar target senilai USD75 miliar barang Amerika. Presiden AS Donald Trump mengatakan kedua belah pihak masih akan bertemu untuk pembicaraan akhir bulan ini.
Wall Street ditutup untuk liburan Hari Buruh pada Senin, 2 September 2019, tetapi kontrak berjangka terkait dengan indeks-indeks utama diperdagangkan dan berakhir lebih rendah. Kontrak berjangka E-mini untuk S&P 500 AS turun sebanyak 1,2 persen pada awal perdagangan dan terakhir turun 0,9 persen.
Sementara itu, indeks MSCI seluruh negara di dunia, yang melacak saham di 47 negara, turun 0,1 persen. "Prospek utama untuk sengketa perdagangan telah menjadi lebih sulit untuk diprediksi dengan kepercayaan," kata Kepala Investasi UBS Global Wealth Management Mark Haefele.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News