Ketua APTI Rembang Sutiyo mengatakan, revisi jelas semakin memberatkan petani karena posisinya yang berada di ujung mata rantai. Apalagi komoditas tembakau dinilai memiliki dampak positif dalam menggerakan ekonomi di Rembang.
"Petani condong ke penolakan. Ketika regulasi ini keluar dan industri bereaksi dengan regulasi itu, maka yang paling ujung dan merasakan tekanannya itu petani. Petani ini di bagian bawah, selalu kena imbas," kata dia kepada wartawan, Senin, 16 Agustus 2021.
Sutiyo mencontohkan beberapa waktu lalu ada isu kenaikan cukai dan langsung berimbas ke para petani. Apalagi terkait rencana revisi PP 109/2012 ini, pihaknya mengaku tidak dilibatkan maupun tidak mendapatkan sosialisasi mengenai rencana pemerintah tersebut.
"Petani ini sedang galau sekali. Pertama, kami ini sedang mengalami dampak dari perubahan cuaca yang cukup merugikan dari proses pertaniannya. Ditambah dengan pandemi ini, jelas semakin memberikan dampak ekonomi yang cukup dalam bagi petani," ungkapnya.
Ia menjelaskan, tembakau memiliki dampak yang besar sekali untuk wilayah Rembang. Selain itu pertanian tembakau punya dampak terhadap kondisi ketenagakerjaan karena proses penanaman sampai produksi memerlukan banyak tenaga kerja.
"Jadi karena kondisi tanah di sini yang awalnya gersang, itu petani susah menanami komoditas. Hingga akhirnya ada komoditas tembakau yang Alhamdulillah mengangkat perekonomian di wilayah Rembang," ujar dia.
Selain itu, tembakau Rembang juga memberikan kontribusi melalui penerimaan cukai kepada pemerintah. Bahkan tahun lalu, Rembang menjadi wilayah penyumbang cukai tertinggi ke-3 setelah Temanggung dan Kudus mencapai Rp30 miliar.
Ketua DPC APTI Pamekasan Samukra sebelumnya menyatakan kondisi pertanian tembakau di wilayah Pamekasan sangat maju. Hingga kini belum ada komoditi yang ketika iklim normal penghasilannya melebihi tembakau.
"Pembangunan di sekitar sektor pertanian tembakau itu Insyaallah lebih maju. Kemudian transaksi belanja sangat ramai, terutama ketika panen tembakau di Agustus hingga Oktober semua toko-toko itu ramai sekali. Sehingga petani tembakau juga banyak yang sukses," ujarnya.
Samukra mengungkapkan yang dibutuhkan oleh petani saat ini yakni perlindungan dari pemerintah. Apalagi sumbangan dari sektor IHT mencapai Rp170 triliun setiap tahunnya, sehingga hal ini perlu menjadi pertimbangan pemerintah.
"Kita menyumbangkan Rp170 triliun lebih setiap tahun, dana tersebut juga dimanfaatkan untuk jaminan kesehatan nasional. Jadi, nilai-nilai baik itu tidak pernah terpikirkan," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News