Walaupun begitu, harga beras dapat dibuat lebih terjangkau melalui mekanisme produksi dan distribusi beras yang efisien. Saat ini, produktivitas beras dalam negeri tidak cukup tinggi untuk menjaga stabilitas harga.
Produktivitas beras musiman fluktuatif sejak 2013 mencapai rata-rata hanya 5,19 ton per hektare (ha) per tahun. Ketidakselarasan antara masa panen dan masa-masa puncak permintaan beras sering kali menimbulkan kenaikan harga komoditas yang satu ini.
"Rantai pasok yang panjang dan infrastruktur tidak memadai untuk menjangkau jarak kepulauan Indonesia yang luas turut berkontribusi dalam menyebabkan harga beras yang tinggi melalui biaya logistik yang mahal," jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta, dilansir Mediaindonesia.com, Jumat, 5 November 2021.
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) menunjukkan harga beras pada November tahun lalu masih lebih tinggi dibandingkan November ini, masing-masing Rp11.650 per kilogram dan Rp11.450 per kilogram.
Data Food Monitor milik CIPS menunjukkan harga beras internasional (FOB Bangkok) berada di Rp6.782 per kilogram pada November 2020 dan turun menjadi Rp5.609 per kilogram pada bulan terbaru (Oktober 2021).
Menurut PIHPS, harga beras Indonesia di tingkat produsen bahkan sudah lebih mahal daripada harga beras internasional, yaitu Rp8.950 per kilogram pada November 2020 dan Rp8.600 per kilogram pada November 2021.
"Memang ada penurunan pada harga beras di Indonesia tetapi tidak signifikan dan tetap lebih mahal dari harga internasional. Harga beras internasional sendiri cenderung mengalami penurunan sejak akhir 2020," ujarnya.
Saat ini, produktivitas beras dalam negeri tidak cukup tinggi untuk menjaga harga stabil dalam menghadapi permintaan Indonesia yang terus meningkat.
Pemerintah mengklaim hasil beras dalam negeri telah meningkat setiap tahun dan sering kali menghasilkan surplus beras domestik, tetapi impor beras terus dilakukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News