Ilustrasi. Foto: MI/Panca Syurkani
Ilustrasi. Foto: MI/Panca Syurkani

Pemerintah Diminta Memastikan Implementasi Aturan terkait Tembakau

Eko Nordiansyah • 21 Juni 2021 19:13
Jakarta: Pemerintah diminta memastikan implementasi dari aturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan dijalankan. Upaya ini lebih baik dibandingkan melakukan revisi PP 109/2012.
 
Anggota Komisi IV DPR Mindo Sianipar mengatakan, industri hasil tembakau (IHT) merupakan salah satu sektor yang kini menjadi tumpuan banyak keluarga di Indonesia. Pasalnya bila revisi tetap dipaksakan, maka IHT akan tertekan yang berdampak pada masalah tenaga kerja dari industri tersebut.
 
"PP 109/2012 tidak perlu direvisi karena belum tentu efektif, sehingga hanya diperlukan implementasi peraturan yang sudah ada," kata dia kepada wartawan di Jakarta, Senin, 21 Juni 2021.

Ia menilai saat ini pengaturan dan pengawasan produk hasil tembakau telah diatur secara komprehensif dalam PP 109/2012. Menurutnya, implementasi terhadap peraturan yang sudah ada jauh lebih penting dan rasional dibandingkan merevisi PP yang bisa memperparah angka pengangguran.
 
Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PDIP Komisi IX DPR Abidin Fikri menambahkan, IHT saat ini menaungi tenaga kerja dari hulu ke hilir mulai dari petani hingga pedagang retail. Sebanyak enam juta masyarakat menggantungkan IHT sebagai mata pencaharian, di luar berbagai pekerja lain yang terkait industri ini.
 
"Pemerintah tetap harus bijaksana kendati IHT masih berpotensi tumbuh di tengah situasi pandemi. Revisi PP 109/2012 akan menambah beban IHT yang selama ini sudah tertekan dengan berbagai pengetatan aturan yang berpeluang menciptakan pengangguran baru," ungkapnya.
 
Komisi IX DPR sebelumnya menerima audiensi dari Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), dan Mitra Produksi Sigaret Indonesia (MPSI). Ketua Umum AMTI Budidoyo Siswoyo menegaskan penolakannya terhadap revisi PP 109/2012.
 
"PP 109/2012 sudah sangat eksesif dan lebih dari cukup untuk membatasi dan mengendalikan konsumsi tembakau di Indonesia. Jika PP ini tetap direvisi maka akan mengancam 20 juta tenaga kerja dan keluarganya karena kehilangan mata pencaharian," ungkap Budidoyo.
 
Wacana revisi PP 109/2012 mencuat karena dorongan kelompok yang mengatasnamakan kesehatan dengan dasar angka prevalensi perokok anak. Sementara data Kementerian Kesehatan, angka prevalensi perokok dewasa sudah turun dari 29,3 persen pada 2013 menjadi 28,8 persen pada 2018.
 
"Secara prinsip yang perlu diperhatikan adalah kebijakan atau aturan tidak boleh menciptakan ketidakpastian bagi dunia industri, termasuk industri tembakau. Terlebih di masa pandemi saat ini," ujar Abidin menanggapi penolakan revisi PP 109/2012 dari AMTI.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan