"Sampai saat ini kami belum ada rencana untuk mengadakan pertemuan dengan Kemnaker terkait masalah ketenagakerjaan di Garuda Indonesia," ujarnya kepada Media Indonesia, Rabu, 2 Februari 2022.
Seperti diketahui, Garuda Indonesia memiliki utang segunung yang mencapai USD9,75 miliar atau Rp139 triliun per September 2021. Hal ini jelas berdampak pada kinerja perseroan.
Emiten dengan kode saham GIAA itu mengakui ada penawaran pensiun dini, kepada karyawannya untuk mengurangi beban operasional perusahaan pelat merah itu.
"Dalam kondisi keterbatasan yang ada dan seluruh upaya yang selama ini dilakukan atas kesepakatan dengan karyawan seperti pensiun dini sukarela dengan tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku," kata Irfan.
Dalam laporan sebelumnya, Garuda sudah menurunkan atau memangkas jumlah pegawai sebanyak 30,56 persen dari 7.891 pegawai menjadi 5.400 pegawai per Januari sampai November 2021. Dengan langkah itu, Dirut Garuda mengaku, beban operasional fixed mengalami penurunan menjadi USD105,6 juta di kuartal III-2021 atau menyusut 0,75 persen dibandingkan kuartal II-2021 dengan USD106,4 juta.
Di satu sisi, proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Garuda Indonesia tengah berlanjut dengan perpanjangan waktu hingga 21 Maret 2022. Sebanyak 475 kreditur telah mengajukan tagihan. Adapun total tagihan yang dimasukkan sangat besar yakni mencapai Rp198 triliun.
Irfan menegaskan, PKPU tersebut bukan merupakan proses kebangkrutan. Garuda mempersiapkan rencana perdamaian dan melanjutkan negosiasi dengan kreditur yang selama ini telah berlangsung. "Ini bukan proses kepailitan. Namun ini proses perdamaian dengan di bawah lindungan Pengadilan Niaga Jakarta," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News