“Kebijakan DMO harus ditinjau ulang, kenapa penambang enggan, karena disparitas harga pasar dengan DMO jauh sekali, tentunya pengusaha tidak salah juga mencari profit,” kata Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa, dikutip dari Antara, Senin, 3 Januari 2021.
Mengenai larangan sementara ekspor batu bara terhitung sejak 1-31 Januari 2022 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Fabby mengamini urgensi ketersediaan bahan baku batu bara untuk pasokan PLN agar tidak terjadi pemadaman listrik.
“Kalau dari energy security memang keputusan pemerintah (larangan ekspor batu bara) sesuatu yang urgent,” ujarnya.
Kendati demikian, ia memaklumi protes dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) terkait kebijakan pelarangan ekspor batu bara tersebut karena terkesan terburu-buru dan tidak melibatkan pelaku usaha.
Menurut Fabby, kebijakan tersebut menghantam semua pelaku bisnis batu bara di Indonesia. Padahal banyak pelaku usaha di sektor tersebut yang mematuhi kebijakan DMO.
Lebih jauh dia menilai disparitas harga antara PLN yang mengambil batu bara dengan harga USD70 per metrik ton terlalu tinggi dengan selisih harga internasional. Fabby menyarankan pemerintah menerapkan harga dinamis terkait harga domestik batu bara tersebut.
“DMO dibuat dinamis di bawah harga internasional tapi tidak tetap, konsekuensinya memang harga listrik PLN naik. Kalau harga naik, PLN akan dipaksa memakai energi terbarukan,” jelasnya.
Penekanan pentingnya penerapan energi terbarukan ditegaskan Fabby karena jaminan pasokan energi jangka panjang.
“Dalam 2-3 tahun ke depan pemerintah harus mencabut kebijakan DMO, harga listrik batu bara merefleksikan harga ekonomi sebenarnya,” jelasnya.
Bila aturan DMO dilepas, Fabby memandang hal itu akan berdampak pada kepastian pasokan batu bara dalam negeri. Hal lain, langkah itu diyakini turut memicu lonjakan biaya yang pada ujungnya berdampak pada kenaikan subsidi atau tarif listrik masyarakat.
Dampak kedua bila DMO ini dicabut potensi kenaikan harga batu bara yang akan berdampak langsung pada Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik. Kenaikan ongkos produksi ini disampaikan Zulkifli juga akan berdampak langsung pada subsidi dan kompensasi listrik dari pemerintah ke PLN.
Sementara itu, Kementerian ESDM melalui Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan pemerintah dan Badan Anggaran DPR RI telah sepakat akan melakukan penyesuaian terhadap tarif dasar listrik bila situasi pandemi Covid-19 makin membaik pada 2022. Adapun kompensasi penyesuaian tarif akan diberikan selama enam bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News