Trump mengumumkan tarif baru sebesar 50 persen pada produk tembaga impor dan mengancam tarif besar-besaran hingga 200 persen untuk produk farmasi jika perusahaan obat tidak memindahkan produksinya ke AS dalam satu tahun ke depan.
Selain itu, India dan Indonesia akan dikenakan tarif tambahan 10 persen karena keterlibatannya dalam BRICS, dan Uni Eropa juga terancam mendapat tarif baru dalam waktu dekat terkait ketegangan atas pajak dan denda yang dikenakan pada perusahaan teknologi AS.
Merespon situasi tersebut, Analyst Reku, Fahmi Almuttaqin menilai aksi Trump ini memicu lonjakan harga tembaga dan gejolak di pasar keuangan, sementara saham sektor farmasi
sempat turun akibat kekhawatiran beban pajak baru.
“Kebijakan tarif ini juga menambah ketidakpastian perdagangan global, di mana AS hanya berhasil mencapai kesepakatan dagang dengan Inggris dan Vietnam, serta penundaan terbatas dengan Tiongkok. Negara lain seperti Jepang, Korea Selatan, dan beberapa negara Asia lainnya termasuk Indonesia telah menerima pemberitahuan tarif 25 persen hingga 40 persen, dengan ancaman tarif lebih tinggi jika ada tindakan balasan dari negara-negara mitra dagang tersebut,” jelas Fahmi dalam keterangan tertulis, Kamis, 10 Juli 2025.
Baca juga: Bitcoin Turun Akibat Konflik Timur Tengah, Upbit Indonesia Soroti Diversifikasi |
Kebijakan tarif Trump tersebut, apabila diimplementasikan, dapat memicu ketidakstabilan baru di pasar global, memperbesar risiko stagflasi dan tekanan inflasi akibat naiknya harga
impor barang utama.
Bagi investor kripto, menurutnya, ketidakpastian ini bisa memperkuat daya tarik Bitcoin sebagai “safe haven” dan lindung nilai terhadap pelemahan mata uang fiat dan volatilitas pasar saham.
Namun, volatilitas jangka pendek juga cenderung meningkat, seiring respons pasar terhadap kebijakan perdagangan yang berubah-ubah.
"Investor kripto disarankan untuk memantau data inflasi, perubahan sentimen risk-off, dan rotasi modal lintas aset yang bisa terjadi akibat eskalasi perang dagang di semester kedua 2025,” imbuh Fahmi.
On-chain metric terbaru menunjukkan bahwa rasio outflow/inflow Bitcoin bulanan telah turun ke 0,9, level terendah sejak akhir bear market 2022.
“Rasio di bawah 1,0 menggambarkan bahwa lebih banyak Bitcoin keluar dari bursa daripada masuk yang menjadi indikasi kuat tren akumulasi jangka panjang. Meskipun tekanan jual jangka pendek cukup intens di salah satu exchange global, Bitcoin berhasil bertahan di rentang USD100K–USD110K, yang kemungkinan disebabkan terserapnya tekanan jual tersebut oleh tren akumulasi yang sedang terjadi,” jelas Fahmi.
Fakta lain yang menarik adalah terpantaunya pemindahan dana sebesar lebih dari 19.400 Bitcoin dari wallet lama (3-7 tahun) ke wallet institusional menandakan penempatan strategis besar dari pelaku sektor institusi.
“Kombinasi rasio inflow/outflow rendah dan pergerakan aset institusional ini memperkuat argumen bahwa level harga saat ini merupakan dasar yang kuat, dan jika pola siklus sebelumnya berulang, kita mungkin akan menyaksikan rally ke tingkat harga baru di semester kedua 2025,” ucapnya.
Perkembangan ini menunjukkan investor jangka panjang, terutama institusional, sedang mengakumulasi dengan tenang, menggunakan periode konsolidasi sebagai peluang membeli.
“Ini mendukung thesis bahwa level harga sekitar USD100K bukan sekadar support teknikal, melainkan zona akumulasi fundamental terbaru bagi reli berikutnya. Bagi investor kripto, ini bisa menjadi sinyal untuk mempertimbangkan peningkatan posisi secara bertahap (dollar-cost averaging / DCA) selama range ini. Namun, tetap penting menjaga manajemen risiko karena volatilitas jangka pendek masih mungkin terjadi saat tekanan jual jangka pendek berlanjut,” lanjut Fahmi.
Dalam melakukan DCA, investor dapat mengoptimalkan fitur yang memudahkan berinvestasi ke aset kripto dan Saham AS potensial.
“Misalnya di fitur Packs di Reku, investor bisa berinvestasi pada berbagai crypto blue chip seperti Bitcoin, Ethereum, Solana, dan lainnya dalam sekali swipe untuk memudahkan diversifikasi. Terlebih, fitur Packs yang dilengkapi dengan sistem Rebalancing akan membantu investor menyesuaikan alokasi investasinya sesuai dengan kondisi pasar secara otomatis," ungkap Fahmi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id