Jakarta: Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM mengakui pendanaan masih menjadi tantangan dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
Keberadaan Lembaga Pengelola Investasi atau Indonesia Investment Authority (INA) bisa menjadi harapan baru dalam pengembangan energi bersih tersebut.
"Pendanaan memang menjadi salah satu tantangan untuk pemanfaatan energi baru terbarukan di dalam negeri," kata Dadan dalam diskusi The Ensight dengan tema “Sovereign Wealth Fund: Mewujudkan Pendanaan Berkelanjutan dalam Meningkatkan Ketahanan Energi”, Sabtu, 8 Mei 2021.
Menurutnya Indonesia memiliki komitmen untuk mencapai 23 persen porsi energi baru terbarukan pada Bauran Energi Nasional di 2025. Indonesia juga mempunyai kewajiban untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 314 sampai 398 juta ton karbon dioksida dari sektor energi, yang merupakan salah satu isi dari Paris Agreement.
Untuk mewujudkan komitmen tersebut, Indonesia bisa meningkatkan cadangan energi jika potensi-potensi itu digarap optimal.
"Kalau kita menurunkan CO2 sekaligus, seperti yang disampaikan tadi aspek-aspek ketahanan energi nasional juga bisa meningkat," terang dia.
Adapun dalam mempercepat pengembangan energi baru terbarukan, pemerintah telah mengeluarkan regulasi dan beberapa opsi pendanaan seperti green bond.
"Memang sekarang ada green bond juga yang bisa diakses oleh beberapa pengembang dan kami berharap LPI juga ada beberapa window yang bisa kami manfaatkan untuk pemanfaatan energi baru terbarukan secara komersial," pungkasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pengawas Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) Inka B. Yusgiantoro menambahkan kehadiran INA akan memberi harapan dan semangat baru bagi Indonesia khususnya untuk dapat membantu mobilisasi dana dari dalam maupun luar negeri.
Investasi tersebut dapat dimanfaatkan dalam berbagai kesempatan investasi yang ada di Indonesia, termasuk di sektor energi baru dan terbarukan (EBT). Sebab, kata Inka, selama ini pengembangan dan pemanfaatan EBT di Indonesia cukup terhambat akibat dari sulitnya mendapatkan pembiayaan proyek EBT itu sendiri.
“Kami melihat bahwa salah satu penyebab terhambatnya pertumbuhan sektor EBT di Indonesia selama ini adalah sulitnya mendapatkan pembiayaan untuk proyek EBT. Sehingga salah satu harapan pemangku kepentingan Indonesia untuk alternatif sumber pembiayaan adalah melalui INA,” ujar Inka.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id