"Jadi betul-betul ini merupakan bagian yang memudahkan bagi UMKM, karena tidak dipungut biaya. Bahkan sertifikat halalnya pun kita gratiskan, kemudian SNI (Standar Nasional Indonesia) kita gratiskan," ujar Bahlil dalam konferensi pers virtual, Rabu, 1 Desember 2021.
Untuk SNI dan sertifikat halal, akunya, perizinannya membutuhkan waktu yang cukup lama lantaran banyak yang mengajukan perizinan tersebut. Selain itu, proses verifikasi untuk sertifikasi halal di Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga memerlukan banyak waktu.
"Tapi semuanya itu dalam konteks koridor untuk bagaimana kita mewujudkan untuk kemudian bisa kita dorong, karena harus diingat 130 juta lapangan pekerjaan yg ada di bangsa kita itu kontribusinya 120 juta dari UMKM," papar dia.
Bahlil membeberkan, dari total unit usaha yang ada di Indonesia, sebanyak 99,8 persennya merupakan UMKM. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), total UMKM yang ada di Indonesia mencapai sebanyak 64 juta.
Meskipun demikian, ia menyayangkan porsi penyaluran kredit dari industri perbankan ke UMKM hanya sebanyak 18 persen. Dari total kredit yang disalurkan industri perbankan sebesar Rp6.000 triliun, kredit yang tersalurkan ke UMKM hanya Rp1.179 triliun.
"Kita ingin ke depan UMKM harus mendapat kredit lending kurang lebih sekitar 25 persen hingga 30 persen, karena NPL (kredit macet) mereka rendah. Salah satu persoalan mereka adalah memang selama ini UMKM informal," urainya.
Terkait hal tersebut, Bahlil menggandeng Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah untuk melakukan percepatan formalisasi para pelaku UMKM. Hal tersebut dilakukan agar mereka bisa mendapatkan akses ke industri perbankan.
"Tahun depan, kami dikasih target Rp1.200 triliun sebagai salah satu syarat untuk pertumbuhan ekonomi nasional kita tumbuh di atas lima persen. Kalau kita lakukan secara sungguh-sungguh dengan penuh rasa tanggung jawab dan kerja maksimal, kami mempunyai keyakinan insyaallah itu akan tercapai," tutup Bahlil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News