Jakarta: Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah mengajukan perluasan implementasi harga gas murah USD6 per million british thermal unit (MMBTU) untuk 13 sektor industri.
Saat ini, Kemenperin sudah meneruskan usulan dokumen persyaratan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk ditinjau lebih lanjut.
Ke 13 sektor industri tersebut adalah industri ban, makanan dan minuman, pulp dan kertas, logam, permesinan, otomotif, karet remah, refraktori, elektronika, plastik fleksibel, farmasi, semen, dan asam amino.
Adapun tujuh industri sebelumnya yang telah mendapatkan fasilitas harga gas khusus ini antara lain industri oleokimia, sarung tangan karet, kaca, pupuk, petrokimia, baja dan keramik.
“Jadi tidak hanya untuk tujuh sektor industri saja, tetapi juga bisa diimplementasikan pada sektor industri lainnya. Kami sudah mengajukan agar harga gas USD6 per MMBTU dapat diperluas ke 13 sektor industri lainnya,” kata Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Fredy Juwono, Kamis, 1 Juli 2021.
Dari 13 sektor industri tersebut, ada 80 perusahaan yang sedang mengajukan untuk mendapatkan harga gas tertentu dengan alokasi volume gas maksimal 169,64 billion british thermal unit per day (BBTUD).
Dalam proses pengajuan, Kemenperin mensyaratkan sektor-sektor industri tersebut untuk memberikan penjelasan dan justifikasi apabila mendapatkan harga gas USD6 per MMBTU. Artinya, pelaku industri harus dapat memperjelas proyeksi dan kinerja bisnis perihal peningkatan utilisasi, efisiensi, pembayaran pajak, dan terpenting investasi atau ekspansi bisnis setelah mendapatkan gas murah dari pemerintah.
“Inilah syarat yang sudah kami sampaikan kepada asosiasi, kemudian sudah dijawab. Saat ini sedang diteruskan ke Kementerian ESDM untuk dinilai apakah 13 sektor industri tersebut layak diberikan,” ujar Fridy.
Menurut Fridy, pelaksanaan kebijakan gas industri dengan harga tertentu ke sejumlah sektor industri bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saingnya sehingga nantinya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
“Apalagi, pemerintah membidik target ekspor yang cukup besar dan rencana meningkatkan substitusi impor 35 persen pada 2022,” pungkas dia.
Saat ini, Kemenperin sudah meneruskan usulan dokumen persyaratan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk ditinjau lebih lanjut.
Ke 13 sektor industri tersebut adalah industri ban, makanan dan minuman, pulp dan kertas, logam, permesinan, otomotif, karet remah, refraktori, elektronika, plastik fleksibel, farmasi, semen, dan asam amino.
Adapun tujuh industri sebelumnya yang telah mendapatkan fasilitas harga gas khusus ini antara lain industri oleokimia, sarung tangan karet, kaca, pupuk, petrokimia, baja dan keramik.
“Jadi tidak hanya untuk tujuh sektor industri saja, tetapi juga bisa diimplementasikan pada sektor industri lainnya. Kami sudah mengajukan agar harga gas USD6 per MMBTU dapat diperluas ke 13 sektor industri lainnya,” kata Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Fredy Juwono, Kamis, 1 Juli 2021.
Dari 13 sektor industri tersebut, ada 80 perusahaan yang sedang mengajukan untuk mendapatkan harga gas tertentu dengan alokasi volume gas maksimal 169,64 billion british thermal unit per day (BBTUD).
Dalam proses pengajuan, Kemenperin mensyaratkan sektor-sektor industri tersebut untuk memberikan penjelasan dan justifikasi apabila mendapatkan harga gas USD6 per MMBTU. Artinya, pelaku industri harus dapat memperjelas proyeksi dan kinerja bisnis perihal peningkatan utilisasi, efisiensi, pembayaran pajak, dan terpenting investasi atau ekspansi bisnis setelah mendapatkan gas murah dari pemerintah.
“Inilah syarat yang sudah kami sampaikan kepada asosiasi, kemudian sudah dijawab. Saat ini sedang diteruskan ke Kementerian ESDM untuk dinilai apakah 13 sektor industri tersebut layak diberikan,” ujar Fridy.
Menurut Fridy, pelaksanaan kebijakan gas industri dengan harga tertentu ke sejumlah sektor industri bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saingnya sehingga nantinya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
“Apalagi, pemerintah membidik target ekspor yang cukup besar dan rencana meningkatkan substitusi impor 35 persen pada 2022,” pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News