Jakarta: Bank Indonesia (BI) memperkirakan laju inflasi pada Mei 2020 sangat rendah, yakni hanya 0,09 persen secara month to month (mtm). Secara tahunannya, inflasi sepanjang Mei 2020 yang bertepatan dengan Ramadan tahun ini diramal sebesar 2,21 persen (yoy).
Proyeksi bank sentral terhadap perkembangan indeks harga konsumen (IHK) sepanjang Ramadan 2020 itu tercermin dari data survei pemantauan harga (SPH) yang dilaporkan 46 kantor perwakilan BI hingga pekan keempat Mei 2020. Laporan itu sekaligus memperbarui proyeksi Bank Indonesia terhadap data inflasi Mei 2020 yang dilaporkan setiap pekan.
"Berdasarkan survei pemantauan harga sampai dengan minggu keempat Mei kami perkirakan di Mei ini inflasinya sangat-sangat rendah, yaitu 0,09 persen month to month. Kalau dihitung secara tahunannya adalah 2,21 persen year on year," ujar Perry dalam telekonferensi di Jakarta, Kamis, 28 Mei 2020.
Menurut Perry, angka proyeksi bank sentral terhadap inflasi Ramadan tahun ini sangat rendah bila dibandingkan dengan tingkat inflasi pada bulan puasa tahun-tahun sebelumnya. Pada 2019 misalnya, inflasi sepanjang Ramadan sebelum Idulfitri sebesar 0,68 persen. Kemudian mengalami perbaikan setelah perayaan Idulfitri menjadi 0,55 persen.
"Kalau 2018 itu (inflasi Ramadan) 0,59 persen, dan tahun 2017 itu 0,69 persen. Jadi memang inflasi kita untuk bulan Ramadan tahun ini alhamdulillah sangat rendah," tutur Perry.
Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan rendahnya inflasi yakni berkaitan dengan masa covid-19 di mana dampak pandemi tersebut berimbas pada merosotnya permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa.
"Kalau tahun-tahun sebelumnya kita di bulan Ramadan berbuka puasa tidak hanya di rumah, kadang juga di restoran. Demikian belanjanya yang juga banyak. Tahun ini karena covid-19 permintaan itu rendah dan itu juga terlihat dari berbagai kegiatan ekonomi termasuk juga pendapatan masyarakat. Jadi dengan demikian makanya faktor inflasi dari permintaan itu rendah," urainya.
Faktor kedua berkaitan dengan rendahnya harga-harga komoditas global. Kondisi tersebut mempengaruhi barang-barang yang diimpor sehingga berimplikasi terhadap rendahnya struktur imported inflation.
Faktor ketiga terkait dengan stabilitas nilai tukar rupiah yang tetap terjaga. Meskipun pada Maret 2020 mata uang Garuda mendapat tekanan, namun seiring berbagai langkah dan kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral, rupiah berangsur membaik dan bahkan mengalami penguatan.
Sementara faktor keempat adalah terjaganya ekspektasi inflasi. Perry mengklaim hal ini terjadi karena koordinasi yang erat antara pemerintah dan Bank Indonesia, baik di kantor pusat maupun kantor-kantor perwakilan.
"Koordinasi itu berjalan sangat baik sehingga harga barang-barang itu terkendali, pasokan terjaga, dan juga Bank Indonesia terus menjaga stabilitas harga serta terkendalinya inflasi sebagai bagian dari mandat Undang-Undang Bank Indonesia," ungkapnya.
Rendahnya inflasi yang terjadi sepanjang Ramadan 2020 membuat Perry semakin optimistis target sasaran inflasi tahun ini akan tercapai, yakni di kisaran dua hingga empat persen.
"Dengan inflasi yang rendah di bulan Ramadan yaitu 2,21 persen (yoy), insyaallah secara keseluruhan tahun ini inflasi tetap terjaga di kisaran sasaran tiga persen plus minus satu persen," tutup Perry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News