Sayangnya, produksi industri hasil tembakau (IHT) dalam lima tahun terakhir berkurang 10,57 persen dari 355,84 miliar batang pada 2019 menjadi 318,21 miliar batang pada 2023. Begitu pula dengan capaian penerimaan negara dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang pada 2023 lalu sebesar Rp213,5 triliun, atau menurun sekitar 2,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
“Di tengah kondisi ekonomi yang berat saat ini, ekosistem tembakau sedang menghadapi menghadapi berbagai tantangan yang bertubi-tubi. Seluruh mata rantai hulu hilir tembakau terancam dimatikan lewat sederet pasal-pasal pengaturan,” ujar Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) I Ketut Budhyman dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 1 Oktober 2024.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2024 serta aturan pelaksanaanya yakni Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengendalian Tembakau dan Rokok Elektronik, pengaturan terkait produk tembakau dinilai sangat meresahkan. Budhyman menilai dampak kebijakan ini sangat suram bagi hulu-hilir ekosistem pertembakauan.
Diketahui, Rancangan Permenkes tersebut memuat ketentuan kemasan rokok polos tanpa merek sebagai bagian dari standarisasi kemasan. Penolakan terhadap ketentuan ini telah disampaikan dalam beberapa kesempatan oleh sejumlah elemen terkait pertembakauan, seperti petani tembakau dan cengkih, tenaga kerja, hingga peritel dan industri terkait lainnya.
Baca juga: Perekonomian Negara Terancam Akibat Regulasi Rugikan IHT |
Budhyman memaparkan 2,5 juta petani tembakau, 1,5 juta petani cengkeh, 600.000-an tenaga kerja sigaret kretek tangan (SKT), peritel, UMKM, hingga 725 ribu tenaga kerja industri media kreatif sebagai bagian dari ekosistem pertembakauan akan terkena dampak RPMK. Ia pun menyayangkan sikap Kemenkes yang tidak pernah melibatkan mereka dalam penyusunan aturan ini.
“Kami elemen ekosistem pertembakauan bukanlah pihak yang anti-regulasi. Kami bersedia, siap, dan pada prakteknya, selalu mematuhi peraturan yang ada. Sayangnya, dalam setiap penyusunan regulasi pertembakauan, termasuk soal dorongan kemasan rokok polos, kami tidak dilibatkan. Padahal ini dampak domino negatifnya sangat besar,” sebutnya.
Aturan sulit dilaksanakan
Pengamat Hukum Universitas Trisakti Ali Rido menuturkan, seharusnya PP pengamanan zat adiktif harus dipisah dari substansi aturan pelaksanaan yang lain. Hal ini dikarenakan, frasa delegasi dalam Pasal 152 UU Kesehatan No. 17/2023 menggunakan frasa ketentuan lebih lanjut “diatur dengan” PP, bukan “diatur dalam” PP sehingga merupakan bentuk ketidakpatuhan konstitusional.Dari segi materiil/substansi, baik PP Kesehatan dan RPMK juga menyisakan permasalahan. Misalnya, aturan yang melarang penjualan produk tembakau secara eceran per batang, cenderung multitafsir dan sulit implementasinya. Hal yang sama, terlihat pada larangan berjualan dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
“Konteks ini, menjadi problematik jika dihadapkan pada kasus toko/warung yang eksisting lebih dulu ketimbang satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Idealnya, pemberlakuan pasal ini tidak boleh retroaktif melainkan futuristik. Namun absennya penjelasan keberlakuannya, akan menjadi pasal karet yang kontradiktif,” ujar Ali.
Begitu juga dengan larangan dan pengendalian iklan rokok yang diatur dalam PP No.28 Tahun 2024 dan turunannya dalam RPMK, mengabaikan IHT sebagai industri legal sehingga berhak menggunakan sarana iklan apapun yang tersedia dan tidak dapat dilarang untuk diiklankan, walaupun dengan syarat-syarat tertentu.
RPMK juga mewajibkan implementasi standarisasi kemasan atau dikenal dengan kebijakan polos dimana seluruh kemasan produk tembakau maupun elektronik akan diseragamkan. Mereka juga dilarang menambahkan gambar dan/atau tulisan dalam bentuk apapun selain yang ditetapkan dalam rancangan peraturan Menteri tersebut.
“Padahal Pasal 437 PP 28 Tahun 2024 hanya mengamanahkan pemberlakuan standarisasi kemasan terkait peringatan kesehatan kepada Menteri Kesehatan setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara,” ucap Ali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News