Guru Besar Hukum Ketenagakerjaan Universitas Indonesia (UI) Aloysius Uwiyono menyampaikan, jika mogok kerja jadi dilakukan, maka ada sejumlah risiko yang akan ditanggung. Paling utama adalah risiko hambatan pada aktivitas bisnis Pertamina.
Aksi ini juga berisiko merugikan pekerja yang tergabung di dalam FSPPB. Sebab, jika perusahaan tidak bisa beroperasi akan menimbulkan efek yang cukup besar lantaran terhambatnya pasokan minyak.
"Pastilah mengganggu pasokan minyak, karena mereka demo kan tidak bekerja. Distribusi minyak juga akan terhambat," ujar Aloysius, dalam keterangan resminya, Rabu, 29 Desember 2021.
Sementara itu, Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu (FSP BUMN Bersatu) menilai bahwa jika mogok kerja dilakukan, maka hal tersebut kontraproduktif dan berisiko menghambat proses pemulihan ekonomi nasional. Pasalnya, Pertamina merupakan perusahaan pelat merah yang memiliki peran vital dalam perekonomian negara, di sisi lain operasional bisnis Pertamina juga menyangkut dengan hajat hidup orang banyak.
"Dengan demikian, ancaman mogok kerja tersebut akan merugikan sebagian besar pekerja Pertamina dan mengancam keberlangsungan usaha masyarakat yang selama ini mendapatkan efek berganda dari bisnis perusahaan tersebut. Ini tidak sesuai dengan tujuan berorganisasi dari serikat pekerja," ucap Sekjen FSP BUMN Bersatu Tri Sasono.
Adapun salah satu dasar dari munculnya mogok kerja ini adalah adanya rencana kebijakan agile working yang berdampak pada pengaturan mekanisme kerja fleksibel alias work from home (WFH). Akan tetapi, manajemen Pertamina memastikan untuk tidak menerapkan mekanisme tersebut sehingga tidak ada pemangkasan gaji karyawan. Ancaman mogok kerja pun tak lagi relevan.
Menurut dia, jika masih terjadi adanya silang pendapat antara pekerja dengan pihak manajemen harus diselesaikan secara bipartit sehingga bisa meminimalisir gejolak. "Kalau hanya karena masalah buntunya penyusunan PKB (Perjanjian Kerja Bersama), seharusnya diselesaikan dengan jalan dialog," tutur dia.
Tri optimistis penyelesaian melalui dialog secara bipartit akan efektif untuk menemukan solusi terbaik. "Terlebih, selama ini Pertamina dikenal sebagai salah satu perusahaan yang memprioritaskan kesejahteraan karyawan," tegas Tri.
Pada semester I-2021, Pertamina menyumbang penerimaan negara senilai Rp110,6 triliun. Terdiri dari Rp70,7 triliun melalui setoran pajak, serta sisanya dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan dividen yang naik hampir 10 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News