Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan program ini adalah bagian dari transformasi hijau yang dilakukan PLN melalui utilisasi PLTU yang sudah ada untuk menghasilkan energi bersih.
"Pencapaian tersebut menjadi bukti keseriusan PLN dalam mendukung program transisi energi bersih menuju nett zero emission (NZE) pada 2060 dan juga menjadi komitmen Indonesia sebagai tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu, 26 Oktober 2022.
Darmawan menambahkan, ada lima biomassa yang saat ini dipergunakan untuk co-firing yaitu serbuk gergaji, serpihan kayu, cangkang sawit, bonggol jagung, dan bahan bakar jumputan padat. Untuk menopang co-firing di 33 lokasi PLTU saat ini dibutuhkan biomassa sebesar 383 ribu ton.
"Total emisi karbon yang berhasil ditekan melalui co-firing di 33 PLTU ini sebesar 391 ribu ton CO2," ungkapnya.
Baca juga: Transisi Ekonomi Hijau Indonesia Hadapi Berbagai Tantangan Pendanaan |
Dia menuturkan, teknologi co-firing ini dilakukan PLN tak sekadar mengurangi emisi. Melalui pemberdayaan masyarakat, teknologi co-firing ini juga mengajak masyarakat untuk terlibat aktif dalam penanaman tanaman biomassa, bahkan ada pula yang mengelola sampah rumah tangga wilayahnya untuk dijadikan pelet untuk bahan baku co-firing.
"Ini merupakan bagian dari ekosistem listrik kerakyatan yang melibatkan masyarakat dalam penyediaan biomassa sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat," ujarnya.
Upaya ini juga menjadi wujud komitmen perseroan terhadap Environmental, Social and Governance (ESG) dalam menciptakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Ia menjelaskan, PLN menargetkan penerapan cofiring di 52 lokasi PLTU hingga 2025 dengan total kebutuhan biomassa 10,2 juta ton per tahun. Sementara hingga akhir 2022, ada 35 lokasi PLTU yang akan mengimplementasikan co-firing dengan estimasi konsumsi biomassa mencapai 450 ribu ton per tahun.
"Co-firing ini juga sebagai langkah jangka pendek yang dilakukan PLN dalam mengurangi emisi karbon, sebab program co-firing tidak memerlukan investasi untuk pembangunan pembangkit baru dan hanya mengoptimalkan biaya operasional untuk pembelian biomassa," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News