"Kuncinya adalah investasi yang tepat. Jangan sampai investasi itu jadi predator existing industri. Jadi yang sudah ada memenuhi kebutuhan nasional itu kita jaga, jangan sampai dibuka investasi yang cukup besar kemudian mematikan industri yang existing," tuturnya, dikutip Rabu, 28 Desember 2022.
Hal tersebut berkaitan dengan keputusan pemerintah untuk menyetop ekspor bauksit per Juni 2023. Langkah tersebut diambil untuk memberikan nilai tambah ekspor pada komoditas tersebut.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Kemenperin, kata Taufiek, tengah menyusun peta jalan pengembangan hilirisasi bauksit di Indonesia. Menurutnya, upaya hilirisasi pada komoditas tersebut akan memberikan nilai tambah yang signifikan bagi perekonomian dalam negeri.
"Rule of thumb-nya adalah kalau empat juta bauksit itu dapat diolah jadi dua juta alumina lalu dapat menjadi satu juta alumunium. Itu artinya adalah nilai tambah di situ kalau kita bikin dalam negeri, akan meningkatkan sampai berkali-kali lipat," ujarnya.
Guna mencapai titik optimum dari hilirisasi bauksit, kata Taufiek, diperlukan pabrik pengolahan atau peleburan (smelter) untuk komoditas itu. Saat ini negara baru memiliki smelter bauksit yang dikelola oleh PT Inalum dengan kapasitas produksi 250 ribu ton alumunium per tahun.
Angka itu masih terlampau jauh dari kebutuhan nasional yang berkisar satu juta ton alumunium per tahun. Alumunium sebagai turunan dari bauksit, banyak dibutuhkan oleh industri di sektor lain mulai dari transportasi hingga sektor produk kemasan.
"Oleh karena itu dengan kebijakan ini (pelarangan ekspor bauksit), kita akan bangun, kita akan lihat kemampuan nasionalnya, sekarang ini sedang kita selesaikan, kita hitung dari sisi demand karena cukup luas," kata Taufiek.
"Finalisasinya mungkin akhir bulan ini kita sudah punya. sekarang kita sudah punya gambarannya," lanjutnya.
Baca juga: Dukung Larangan Ekspor Bauksit, Kadin: Roadmap Hilirisasi Harus Jelas! |
Sementara itu, anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Rofik Hananto mendorong pemerintah untuk memperbanyak smelter bauksit di Tanah Air. Dari catatannya, pabrik smelter bauksit di Indonesia hanya ada empat dengan kapasitas pengolahan 14 juta ton.
Sedangkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Kemenperin 2022, produksi bauksit di Indonesia mencapai 48 juta ton. Sehingga, masih ada 34 juta ton bauksit yang belum bisa diserap.
"Jadi sebenarnya ini yang jadi pertanyaan tentang kesiapan pemerintah dalam menyetop ekspor. Masih ada waktu enam bulan lagi, apakah bisa semua sisa bauksit itu terserap? Nah ini yang harus kita cermati," ujar Rofik melalui keterangan persnya.
Merujuk data Kementerian ESDM per 2021 serta data di lapangan, kapasitas input tiga smelter bauksit yang sudah beroperasi hanya dapat menyerap sebesar 4,56 juta ton bauksit yaitu milik PT Indonesia Chemical Alumina dengan kapasitas output 300 ribu CGA (chemical grade alumina), PT Well Harvest Winning dengan kapasitas output satu juta SGA (smelter grade alumina) dan PT Inalum dengan kapasitas output 250 ribu aluminium ingot dan billet.
Lebih lanjut, terdapat 11 smelter bauksit dengan keluaran SGA yang masih tahap pengerjaan dan satu pabrik pengolahan dan pemurnian bauksit dalam tahap konstruksi dengan keluaran CGA.
Dihubungi terpisah, peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mendorong agar pemerintah mampu menarik lebih banyak investasi pada pembangunan smelter bauksit. Itu diperlukan agar kebijakan pelarangan ekspor bauksit dapat menghasilkan tujuan yang diinginkan.
"Ketika pemerintah mendorong agar adanya pelanggaran ekspor, ada baiknya investasi di smelter kemudian didorong, sehingga harapannya jumlah smelter menjadi bertambah dan bisa mengakomodir seluruh proses hilirisasi dari produk bijih bauksit," terangnya.
Pengambil kebijakan juga dituntut untuk konsisten dalam mengimplementasikan agenda hilirisasi komoditas bauksit.
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*