Direktur Utama PNM Arief Mulyadi menjelaskan pihaknya wajib menyalurkan pembiayaan meski harus melakukan restrukturisasi terhadap para nasabah yang terdampak pandemi.
“Kami harap bisa dapat September 2020, sebab cash flow kami minum. Jika tetap harus menyalurkan pembiayaan dan juga harus menuntaskan kewajiban kepada investor, likuiditas kami bisa minus” kata Arif dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Juni 2020.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Dari skenario pesimis yang dibuat perusahaan, kas PNM akan negatif pada September 2020. Sementara pada skenario optimis, kas akan negatif pada November 2020.
Ia menambahkan pada skenario optimistis, rugi bersih diperkirakan mencapai Rp447 miliar pada 2020. Untuk skenario pesimis, rugi perusahaan mencapai Rp1,37 triliun.
Selain itu, PNM juga memiliki kewajiban utang jatuh tempo pada Juli 2020 sebesar Rp1,2 triliun. Hingga akhir tahun utang pokok jatuh tempo PNM mencapai Rp5,24 triliun dengan bunga sebesar Rp1,21 triliun.
Hal ini membuat rasio utang terhadap modal (DAR) perusahaan saat ini berada pada posisi 7,8 persen. Arif bilang DER berpotensi meningkat 12,3 kali jika tanpa adanya PMN.
Jika DER meningkat maka akan mempengaruhi perusahaan untuk mendapatkan pendanaan baik dari kreditur maupun investor. Karenanya, ia berharap PMN tersebut dapat segera dicairkan untuk meningkatkan kapasitas pendanaan dan mengakselerasi program Mekaar.
“Tambahan PMN bakal meningkatkan penyaluran hingga Desember menjadi Rp14 triiun. Jika tidak dibantu, kami sudah membuat asumsi, maksimal penyaluran pembiayaan ke program Mekaar Rp12 triliun," jelas dia.