Awalnya Pertamina berniat untuk masuk lebih awal di masa transisi dengan harapan bisa tandem dengan pengelola saat ini yaitu PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) sekaligus sebagai upaya untuk menahan laju penurunan produksi.
Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Fatar Yani Abdurrahman mengatakan dari berbagai opsi yang dibicakan, diputuskan opsi business to goverment antara CPI dan SKK Migas. Dalam opsi tersebut, CPI tetap mengambil alih sendiri pengelolaan Rokan dengan melanjutkan investasi hingga 2021 pada saat kontrak berakhir.
"Sebelum 2021 maka opsinya Chevron tetap melakukan investasi di 2020-2021," kata Fatar dalam virtual conference, Kamis, 16 April 2020.
Fatar mengatakan investasi rutin akan dilakukan CPI seperti pemeliharaan sumur serta pengeboran sumur-sumur baru. Di 2020, Fatar bilang ada 11 sumur baru yang akan dibor CPI dengan nilai USD11 juta. Ia bilang tambahan belanja operasional (opex) juga akan dilakukan di November 2020. Sebab sebelum opex, CPI harus menyampaikan kelengkapan administrasi terlebih dahulu.
Sementara pada 2021, ada 93 sumur baru dan 11 sumur yang akan dikonversi menjadi sumur produksi dengan nilai investasi USD140 juta. Sehingga total investasi yang dilakukan Chevron di masa penghujung kurang lebh sebesar USD152 juta. Dengan adanya investasi tersebut diharapkan akan ada tambahan produksi migas dari blok tersebut. Sehingga ketika Pertamina masuk maka produksi bisa dijaga.
"Harapannya pas alih kelola di Agustus 2021 dengan Pertamina, bisa ada tambahan 100 sumur lagi sampai akhir 2021. Ini quick win agar Chevron juga bisa menjalankan kewajibannya sebelum pulang," jelas Fatar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News