Dalam Conference of the Parties (COP) UN Climate Change Conference ke-29 di Azerbaijan, Pupuk Indonesia menegaskan posisinya sebagai pemimpin transformasi hijau dengan mengusung solusi energi bersih yang dapat mendukung ketahanan pangan sekaligus transisi energi menuju Net Zero Emissions (NZE) 2060.
Amonia dikenal sebagai bahan utama produksi pupuk, seperti urea, NPK, ZA, yang sangat vital untuk pertanian. Saat ini produksinya masih menghasilkan karbon (amonia abu-abu), tetapi dengan inovasi teknologi, proses produksi amonia pada masa depan akan jauh lebih rendah karbon (amonia biru) dan bahkan bebas karbon (amonia hijau). Selain untuk pupuk, amonia hijau dan biru menjadi solusi bahan bakar ramah lingkungan.
"Amonia akan semakin banyak digunakan di sektor energi dalam dekade mendatang sebagai bahan bakar transisi, karena sifatnya yang bebas karbon. Kami melihat tren ini dan siap memasok amonia untuk sektor energi," jelas Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi, saat menghadiri CEO Dialog on Climate Action, Paviliun Indonesia di COP29, dilansir keterangan tertulis, Kamis, 14 November 2024.
Pupuk Indonesia melihat permintaan amonia biru dan hijau akan meningkat pesat di masa depan. Menjawab tren ini, perusahaan telah menyiapkan peta jalan strategis untuk meningkatkan kapasitas amonia dari tujuh juta menjadi lebih dari 12 juta ton pada 2045 dengan dominasi amonia hijau pada seluruh fasilitas produksi di Pupuk Indonesia Grup.
"Pada 2030, kami akan mulai memproduksi amonia hybrid di Aceh melalui anak perusahaan kami, Pupuk Iskandar Muda. Pada 2035, kami berencana memperkenalkan amonia biru. Pada 2045, kami akan memperkenalkan amonia biru dalam skala yang lebih besar," ujar Rahmad.
Upaya ini diharapkan memenuhi permintaan energi bersih global, terutama dari pasar seperti Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat. Pengembangan amonia bersih ini memperkuat posisi Indonesia sebagai hub amonia bersih global. Untuk mewujudkannya diperlukan dukungan regulasi yang tepat, teknologi, serta investasi.
Di samping mengaplikasikan teknologi hybrid untuk amonia bersih, Pupuk Indonesia akan tetap mempertahankan posisinya sebagai produsen pupuk. Dengan kapasitas produksi 14,5 juta ton pupuk, termasuk 9,3 juta ton urea, Pupuk Indonesia merupakan produsen pupuk terbesar di kawasan Asia Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika Utara.

Seorang pengunjung sedang membaca denah lokasi COP29, di Baku, Azerbaijan. Foto: dok COP29
Baca juga: Petani Muda Nongkrong Bareng Bahas Ketahanan Pangan |
Ketahanan pangan jadi prioritas utama
Oleh karena itu, peran perusahaan ini sangatlah penting untuk menjaga ketahanan pangan nasional dan bahkan kawasan. Pentingnya ketahanan pangan bagi Indonesia juga ditegaskan oleh Hashim Djojohadikusumo selaku Kepala Delegasi sekaligus Utusan Khusus Presiden Prabowo Subianto dalam acara pembukaan Indonesia Pavilion COP29.
Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan kepemimpinan baru di Indonesia menjadikan ketahanan pangan sebagai prioritas utama.
"Program Ketahanan Pangan sangat penting untuk menjaga kemandirian Indonesia dari guncangan eksternal yang telah kita alami dalam beberapa tahun terakhir. Saat pandemi covid-19, harga-harga naik drastis dan banyak negara melarang ekspor bahan pokok seperti beras, membuat Indonesia berada dalam posisi sulit. Dua tahun kemudian, terjadi perang di Ukraina yang menyebabkan harga pupuk dan pangan melonjak, membuat Indonesia rentan," ujar Hashim.
Di sisi lain, sebagai dukungan terhadap NZE 2060, Pupuk Indonesia telah mengambil langkah-langkah strategis dan konkret untuk mengurangi jejak karbon.
"Di Pupuk Indonesia, kami mendukung pencapaian NDC (Nationally Determined Contributions). Kami sudah melampaui target kami saat ini, dengan mencapai pengurangan mendekati 30 persen dari BAU (Business-as-Usual)," jelas dia.
Lebih lanjut, perusahaan menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 4,25 juta ton CO? pada 2030 dan 19,2 juta ton pada 2060. Sejumlah inisiatif lainnya yang dilakukan Pupuk Indonesia, meliputi: efisiensi energi dan optimalisasi fasilitas produksi; penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS); pemanfaatan sumber daya energi terbarukan, dan solusi berbasis alam (NBS) dengan kolaborasi bersama masyarakat.
Rahmad mengemukakan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) akan memainkan peran krusial bagi perusahaan. Sifat dari produksi pupuk yang menggunakan bahan baku gas alam akan menghasilkan emisi karbon dioksida dalam jumlah signifikan sehingga Pupuk Indonesia memerlukan fasilitas penyimpanan untuk mengelola emisi ini. Inisiatif amonia hijau Pupuk Indonesia memperlihatkan transisi energi dan ketahanan pangan dapat berjalan beriringan.
"Amonia bersih memungkinkan kami mendukung kemandirian energi dan dekarbonisasi sambil tetap menjaga upaya ketahanan pangan," seru Rahmad.
Dengan kolaborasi, Pupuk Indonesia optimistis langkah-langkah yang diambil hari ini akan membawa manfaat jangka panjang bagi Indonesia dan dunia. Perusahaan siap bekerja sama dengan mitra dalam berbagai peran, baik sebagai pemasok energi terbarukan, penyedia teknologi, fasilitas CCS, logistik, maupun sebagai offtaker amonia bersih.
"Kolaborasi adalah kunci untuk menghadapi tantangan ini. Pupuk Indonesia terbuka untuk bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, baik dalam bidang energi terbarukan, teknologi elektrolisis, penyimpanan karbon, maupun logistik," jelas Rahmad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News