"Pertanian sekarang tidak identik dengan kotor dan kumuh. Justru pertanian sekarang adalah sebuah bisnis yang mampu menghasilkan pendapatan besar. Mari kita optimalkan," ujar Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementan Dedi Nursyamsi, melalui siaran pers, Selasa, 3 November 2020.
Menurut Dedi, minat generasi milenial pada sektor pertanian harus tumbuh secara cepat karena saat ini sudah menggunakan teknologi dan mekanisasi berbasis 4.0. Kondisi pertanian Indonesia sudah jauh lebih maju. Apalagi, semuanya diolah secara modern dan terdigitalisasi.
"Inovasi 4.0. ini ranahnya generasi milenial yang sangat terbuka dengan teknologi modern. Untuk itu kita lakukan pendampingan dengan cara meningkatkan ilmu pengetahuan mereka dari hulu hingga hilir," katanya.
Melalui inovasi dari generasi milenial, produktivitas pertanian dapat ditingkatkan signifikan sehingga pertanian bisa mandiri, berdaya saing, menjanjikan, bahkan bisa ekspor dan dengan sendirinya dapat mengurangi impor.
Sementara itu, Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arief Satria mengatakan bahwa saat ini ada sekitar 69 persen generasi milenial yang memastikan diri ingin memiliki bisnis sendiri. Karena itu, baik pemerintah maupun perguruan tinggi harus memfasikirasi bisnis mereka dengan bisnis pertanian.
"Yang paling menguntungkan adalah bisnis di sektor pertanian. Hingga seribu tahun lagi, manusia membutuhkan makanan. Melalui pertanian inilah bahan pangan dapat dimiliki," katanya.
Menurut Arief, dengan menekuni bisnis pertanian, generasi milenial secara tidak langsung membantu para petani di pedesaan untuk membuka market place dalam menjual hasil panennya. "Pertanian Indonesia butuh motor penggerak dari generasi muda," katanya.
Sementara itu, seorang petani milenial yang juga pendiri Epitilu, Rizal Fareza mengatakan, untuk mendorong generasi muda tertarik menjadi petani, maka mekanisme yang harus ditempuh adalah menjadikan ekosistem pertanian jauh lebih menarik dengan cara berkolaborasi multi-stakeholder baik dengan pemerintah, pihak institusional, komunitas, maupun media.
"Yang paling sederhana kita harus lakukan contoh konkret di lapangan karena nanti ada respons dari masyarakat dan mereka dapat menilai sendiri. Lambat laun mereka bisa merasakan manfaatnya dan akhirnya tertarik terjun ke sektor pertanian," ucap Rizal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News