Kehadiran rokok murah ini salah satunya disebabkan praktik pelanggaran penjualan rokok di bawah harga pita cukai. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat melakukan pengawasan lebih serius agar akses dan keterjangkauan rokok tidak makin terbuka, khususnya pada anak-anak dan remaja.
Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febri Pangestu mengatakan pihaknya telah memiliki instrumen kebijakan untuk pengendalian konsumsi tembakau, yang mencakup tarif cukai dan harga rokok. Ketentuan Harga Transaksi Pasar (HTP) ini guna merespons praktik di lapangan.
"Apabila tidak ada pengaturan harga, perusahaan memainkan dengan menjual rokok cukup murah. Karena perusahaan besar punya pabrikan besar sehingga bisa menekan harga menjadi rendah," ujar Febri dalam webinar di Jakarta, Kamis, 18 Maret 2021.
Soal pengawasan harga, Febri memastikan Kemenkeu melakukan pemantauan secara berkala. Bahkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan monitoring HTP per tiga bulan, mulai dari warung, swalayan, minimarket, untuk melihat tingkat harga apakah sudah sesuai dengan cukai.
Secara keseluruhan industri, BKF Kemenkeu sebelumnya memprediksi bahwa konsumsi rokok akan turun selama tahun lalu akibat adanya pandemi covid-19. Namun ternyata, penurunan yang terjadi tidak sedalam yang diprediksi karena adanya perubahan pada tren pasar yang beralih ke rokok murah.
"Terjadi perubahan pasar, karena terjadi penurunan produksi terbesar pada rokok golongan I, tetapi golongan bawah tumbuh positif. Akhirnya konsumen mengkompensasi ke rokok yang lebih murah," ungkapnya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyoroti besarnya pengaruh konsumsi rokok di Indonesia dengan peningkatan prevalensi perokok anak dan remaja. Kondisi ini tentu menghambat cita-cita Indonesia untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Budi mengajak semua pihak untuk semakin memperkuat komitmen dalam upaya menurunkan prevalensi perokok.
Sementara itu, Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas Pungkas Bahjuri Ali mengatakan pihaknya kini tengah menyusun strategi kolaborasi untuk peta jalan pengendalian tembakau di Indonesia yang sesuai dengan arah kebijakan RPJMN 2020-2024.
Pungkas mengatakan prevalensi perokok di Indonesia terus meningkat karena kebiasaan merokok sudah dimulai sejak dini. Ia menambahkan bahwa konsep pengendalian tembakau perlu menggunakan pendekatan holistik dan komprehensif.
"Kita tidak bisa mengendalikan rokok dari satu sisi, harus ada dari edukasi juga, ada juga tax policy, bahkan peningkatan suplai tembakau. Kalau regulasi ini terus diputar, ada sektor yang terkait yaitu kesehatan, pertanian, ekonomi, komunikasi, media. Maka perlu dialog antar sektor," tutup dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News