Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan daya saing hasil perikanan budi daya, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar regional maupun global.
"Kita berkomitmen menjamin mutu dan keamanan hasil perikanan budi daya agar bebas dari bahaya fisik, biologis serta kimia, baik bagi manusia maupun lingkungan. Apalagi saat ini persaingan pasar semakin terbuka, menuntut kita menghasilkan produk budi daya yang aman dikonsumsi dan berkelanjutan," terang Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya Slamet Soebjakto dalam keterangan resmi, Senin, 8 Maret 2021.
Jurus pertama yakni penetapan standarisasi perikanan budi daya melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI). Dalam hal ini KKP telah menggandeng Badan Standardisasi Nasional (BS).
Saat ini jumlah dokumen SNI terkait perikanan budi daya sebanyak 333 SNI yang terdiri dari 69 SNI kesehatan dan lingkungan, 27 SNI pakan, 83 SNI produksi, 101 SNI pembenihan, 13 SNI ikan hias dan 40 SNI terkait sarana prasarana budi daya.
Jurus kedua yaitu melalui sertifikasi cara budi daya ikan yang Baik (CBIB), cara pembenihan ikan yang baik (CPIB) dan cara pembuatan pakan ikan yang baik (CPPIB). Selama 2020, tercatat bahwa CBIB telah tersertifikasi pada 4.599 unit produksi budi daya, sertifikasi CPIB pada 250 unit pembenihan, serta sertifikasi CPIB pada 86 unit produksi pakan.
Jurus ketiga yaitu pendaftaran obat ikan. Setiap obat ikan yang beredar harus terlebih dahulu melakukan registrasi di KKP, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Serta, harus mengantongi sertifikasi cara pembuatan obat yang baik (CPOB).
Ia menjelaskan terkait pelayanan pendaftaran obat ikan tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor 1 Tahun 2019 tentang Obat Ikan. Tercatat sejak Januari 2004 hingga Maret 2021, jumlah obat ikan yang terdaftar dan aktif sebanyak 355 merek.
"Untuk menjamin konsistensi mutu obat ikan yang beredar di masyarakat, kami melakukan pengawasan dengan pengambilan sampel baik di tingkat produsen, distributor, toko obat ikan maupun di tingkat pembudidaya," kata Slamet.
Jurus keempat untuk menjamin mutu dan keamanan hasil perikanan budi daya yaitu melalui pendaftaran pakan. Ia mengimbau para pembudidaya untuk tidak menggunakan produk pakan yang tidak teregistrasi.
"Saat ini ada 1.595 merek pakan ikan yang terdaftar. Segera laporkan ke dinas terkait jika menemukan pakan yang tidak terdaftar. Karena kita ingin pastikan pakan ikan yang digunakan tidak memberikan dampak negatif baik bagi ikan maupun lingkungan," imbuh dia.
Jurus terakhir yaitu monitoring residu. Slamet menekankan pentingnya pengendalian residu sebagai instrumen untuk memastikan keamanan produk perikanan budi daya bebas kandungan residu dan kontaminan. Jumlah kegiatan monitoring residu selama 2020 sebanyak 5.080 sampel baik pada ikan, udang, dan air.
"Keberterimaan produk dan penguatan daya saing hasil perikanan budi daya adalah mutlak harus didorong untuk meningkatkan nilai ekspor produk perikanan budi daya nasional," tutup Slamet.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News