Ancaman risiko peningkatan biaya hidup juga telah dikemukakan dalam World Economic Forum (WEF) beberapa waktu lalu yang berpotensi menimbulkan sandungan bagi negara-negara yang sedang dalam tahap pemulihan ekonomi.
"Dalam 1-2 tahun ke depan, ini menjadi concern di publik. 2023-2024, persoalan biaya hidup dengan segala rentetannya akan sangat memengaruhi situasi global," ujar Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto dalam diskusi dengan tema Akselerasi Ekonomi di Ujung Tanduk, dilansir Media Indonesia, Selasa, 7 Februari 2023.
Peningkatan gaya hidup RI dipicu harga beras dan minyak goreng
Indikasi peningkatan biaya hidup juga sedianya telah muncul di Indonesia. Menurutnya, kenaikan harga beras dan minyak goreng belakangan ini disebut berpotensi membuka keran mahalnya ongkos hidup ke depan.Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Hal itu, lanjut Eko, perlu menjadi perhatian bagi pemerintah. Sebab, tingginya biaya hidup dinilai bakal memberikan tekanan pada perekonomian yang sedang dalam tahap pemulihan.
"Karena aspek biaya hidup, kebutuhan primer menjadi sangat sentral pada hari-hari ini, menjadi warning bagi pemerintah. Salah satu concern adalah bagaimana biaya hidup atau daya beli cukup kuat mengantisipasi perlambatan ekonomi yang terjadi," jelasnya.
Salah satu upaya jitu yang dianggap mampu meredam peningkatan biaya hidup ialah melalui pengendalian inflasi. Inflasi yang bergerak liar, kata Eko, bakal mengganggu kinerja pertumbuhan ekonomi.
Pengendalian inflasi juga perlu menjadi fokus pengambil kebijakan dan otoritas terkait. Tingkat inflasi umum di dalam negeri masih relatif tinggi, berada di atas kisaran target yang ditetapkan.
"Inflasi juga perlu dikendalikan secara cepat, memang menurun, tapi masih di atas lima persen, beras dan minyak goreng itu belum teratasi sampai saat ini, ini kita dorong pemerintah cepat menekan inflasi, agar target inflasi juga bisa tercapai," tuturnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.