"Industri kesehatan di Tanah Air harus segera merespons hal tersebut untuk melakukan evaluasi ataupun pemetaan persoalan di industri kesehatan dan menguatkan ekosistemnya. Ini penting mengingat, lebih dari 60 persen rumah sakit di Indonesia adalah swasta," kata John dalam keterangan tertulis, Selasa, 15 November 2022.
Jika tidak siap, lanjutnya, rumah sakit di Indonesia yang mayoritas swasta hanya akan menjadi penonton mengingat salah satu tujuan pandemic fund adalah membangun ekosistem kesehatan yang bersinergi dan lintas negara.
Untuk itu pemetaan dan penguatan industri kesehatan nasional diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di masa depan, khususnya melalui penambahan jumlah rumah sakit, dokter, dan tenaga kesehatan.
Baca juga: Pandemic Fund Jadi Solusi Atasi Kesenjangan Pembiayaan Global untuk Hadapi Pandemi |
John mencatat dengan populasi yang lebih dari 270 juta jiwa hingga saat ini belanja sektor kesehatan hanya sekitar 3,1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga dibutuhkan partisipasi seluruh pihak untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan di Indonesia sehingga lebih ideal.
Menurut John, nilai tersebut sangat rendah bahkan jika dibandingkan negara-negara lain di kawasan ASEAN padahal sektor kesehatan merupakan salah satu tulang punggung kemajuan kualitas manusia sehingga diperlukan gerak cepat seluruh pihak.
Dalam jangka pendek, ketidaksiapan industri kesehatan di Indonesia sudah terbukti menguntungkan negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura dan Australia. Data yang dirilis Indonesia Services Dialog (ISD) menunjukkan setiap tahun setidaknya orang Indonesia mengeluarkan uang Rp100 triliun untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di luar negeri.
Masih dari survei yang sama, jumlah orang Indonesia yang berobat ke luar negeri mengalami peningkatan hampir 100 persen selama 10 tahun terakhir. Jika di 2006 terdapat 350 ribu orang pasien, pada 2015 melonjak menjadi 600 ribu pasien.
"Presiden Jokowi bahkan sempat mengungkapkan kesedihannya karena banyak warga Indonesia yang pergi ke luar negeri. Bukan karena liburan, melainkan lebih memilih berobat di luar negeri ketimbang di dalam negeri," ujar John.
Salah satu alasan pasien berobat ke luar negeri adalah layanan kesehatan belum berkualitas. Sementara dari sisi kuantitas, John mendapati data Indonesia hanya memiliki rasio ranjang 1,33 per 1.000 orang.
Selain persoalan rumah sakit dengan layanan berkualitas, John melihat Indonesia masih menghadapi problem minimnya jumlah dokter. Saat ini saja, jumlah dokter hanya sekitar 81.011 orang, dengan persebaran terbanyak di Pulau Jawa, terutama Jabodetabek dengan rasio mencapai 0,3 per 1.000 orang.
Lebih jauh, solusi jangka pendek, menurut John, adalah implementasi relaksasi regulasi yang mengizinkan investasi asing ke industri Rumah sakit hingga 67 persen dan pasal Omnibus Law terkait praktik dokter asing sebagai pemacu pertumbuhan industri dalam negeri.
"Sekali lagi, pandemi covid-19 hingga terwujudnya inisiasi pandemic fund dalam G20 semestinya menjadi momentum yang harus memacu industri kesehatan di Indonesia. Tidak saja siap menangani pandemi, namun mempersiapkan diri dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan di tengah pertumbuhan ekonomi masyarakat yang menuntut pelayanan kesehatan yang semakin tinggi," pungkasnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News