"Kami sudah melakukan simulasi produksi rokok 2021 ini turun 2,2-3,3 persen," kata Kepala Sub Bidang Cukai BKF Kementerian Keuangan Sarno dalam webinar Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat di Jakarta, Selasa, 2 Februari 2021.
Dalam paparannya, Sarno menjelaskan total produksi untuk keseluruhan golongan yakni Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) pada 2020 mencapai 298,4 miliar batang.
Dengan estimasi penurunan produksi itu, Kementerian Keuangan memperkirakan penurunan volume produksi rokok tahun ini mencapai sekitar 288 miliar batang. Jika dibandingkan 2020, dengan kenaikan cukai hasil tembakau sebesar 23 persen, jumlah produksi rokok menurun hingga 11 persen.
Sementara kenaikan rata-rata 12,5 persen tarif cukai rokok, diperkirakan indeks keterjangkauan atau affordability index naik dari 12,2 persen menjadi 13,7-14 persen. Berdasarkan jenis golongan, kenaikan tarif cukai hanya terjadi untuk SKM dan SPM, sedangkan SKT tidak diberlakukan karena mencermati sektor padat karya dan situasi pandemi.
"Itu menunjukkan dengan kenaikan tarif cukai 2021, mengindikasikan harga rokok akan semakin tidak terjangkau di masyarakat," terang dia.
Selain itu, angka prevalensi merokok dewasa akan turun menjadi 32,3 hingga 32,4 persen dan anak-anak hingga remaja turun menjadi 8,8 hingga 8,9 persen. Penurunan itu, konsisten dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPKMN) 2020-2024 sebesar 8,7 persen tahun 2024.
Sarno menambahkan kebijakan cukai tahun ini dilakukan dengan lebih fokus pada pengendalian konsumsi. Pengendalian itu ditandai dengan besaran kenaikan cukai lebih tinggi yang dominan pada golongan SKM.
"Dengan kebijakan cukai itu diharapkan mendorong penerimaan negara di sektor cukai yang tahun ini ditargetkan mencapai Rp173,78 triliun," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News