Pasalnya, sebagian besar produk dalam negeri terganjal oleh regulasi spesifikasi, patokan harga, dan berbagai aturan yang tak mampu dipenuhi industri nasional dalam waktu singkat. Realita tersebut dinilai masih bertolak belakang dengan keinginan kuat Presiden Jokowi, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam mengatasi resesi ekonomi yang sudah di depån mata.
Dalam tataran implementasi, peraturan pendukung sepenuhnya terlihat sehingga mengakibatkan kebijakan fiskal dan moneter untuk menstimulasi ekonomi melalui peningkatan penggunaan produk dalam negeri juga cenderung belum terangkat. Demikian benang merah yang disampaikan Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Indonesia Johnny Darmawan, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit, dan pengamat industri Jodjana Jody.
"Kondisi ini sebetulnya bukan masalah baru. Meski telah ada Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 29 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perhitungan TKDN maupun Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang Pemerintah, tetap saja masalah ini tidak mudah diselesaikan dengan baik," kata Johnny Darmawan, dikutip dari Antara, Senin, 2 November 2020.
Sesungguhnya Instruksi Presiden untuk memberi preferensi kepada produk industri dalam negeri dalam pengadaan barang pemerintah dan BUMN, mempunyai tujuan yang sangat mulia agar industri dalam negeri berkembang dan mempunyai struktur yang kuat dalam menghadapi persaingan ke depan.
Namun sayangnya, tujuan tersebut belum tercapai karena preferensi tersebut tidak dijalankan dengan baik. Pelaksana lelang sering membuat spesifikasi tidak sesuai dengan instruksi Presiden. Bahkan spesifikasi yang dibuat cenderung berpihak kepada produk impor. Tidak jarang terjadi antara instansi dan importir yang menjadi vendor telah membuat kesepakatan jangka panjang, dan ini menutup peluang pelaku industri dalam negeri untuk bisa memenangkan lelang.
Oleh karena itu tidak heran jika pemasok pengadaan proyek pemerintah ataupun BUMN sudah bisa diketahui sebelum lelang dilakukan. Bahkan tidak jarang, begitu anggaran proyek disetujui, secara tidak resmi pemasoknya sudah ditunjuk.
Menurut Johnny, perlu langkah yang lebih nyata dan tegas dari Presiden Jokowi untuk membenahi sistem pelaksanaan lelang pengadaan barang pemerintah dan BUMN. Jika tidak, tujuan mulia Presiden Jokowi untuk memperkuat industri nasional melalui skema preferensi TKDN menjadi sia-sia.
Upaya mengurangi tekanan pada neraca perdagangan akibat membanjirnya produk impor juga tidak akan tercapai, apalagi keinginan Presiden Jokowi untuk membangun dan memperkuat industri substitusi impor.
Ketua Apindo Anton J Supit menilai perlu keseriusan terutama di level birokrasi sebagai pelaksana di lapangan untuk memberdayakan industri dalam negeri dengan memberi ruang dan pasar yang lebih besar kepada produk nasional melalui pengadaan barang pemerintah dan BUMN.
"Butuh gebrakan nyata Presiden Jokowi untuk memecahkan masalah tersebut. Jika tidak, dikhawatirkan instruksi presiden selama ini hanya akan menjadi kebijakan di atas kertas, dan ini akan berdampak negatif terhadap perkembangan ekonomi dan pembangunan Indonesia, khususnya industri unggulan dalam jangka panjang," jelas Anton.
Selain menunjukkan keberpihakan yang nyata terhadap produk industri dalam negeri, pemerintah juga harus memberikan arahan maupun roadmap industri yang jelas bagi pengembangan industri nasional untuk jangka waktu lima tahun, 10 tahun, atau 25 tahun ke depan.
Termasuk pola pengembangan sumber daya manusia dan jenis investasi berkualitas yang dibutuhkan. Insentif apa yang layak diberikan kepada industri nasional yang pada akhirnya akan menjadi substitusi impor.
Penguatan industri itu harus dilakukan secara konsisten dan bertahap, karena itu harus disiapkan kebijakan beserta tahapan yang jelas, baik yang terkait dengan kebutuhan SDM yang berdaya saing dalam dalam era industri 4.0 maupun peningkatan produktivitas agar produk yang dihasilkan mampu berkompetisi di pasar dalam negeri maupun global. Perlu konsistensi di sini.
Langkah nyata diperlukan agar produk industri nasional tidak kalah bersaing dengan produk impor seperti dari Tiongkok, baik dalam sisi harga maupun volume. Tiongkok sudah memiliki kapitalisasi pasar yang besar dan industrinya kuat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News