Tak hanya perusahaan yang diuntungkan, tetapi pelaku pengguna akhir (end-user) dan pelaku industri hulu, juga diuntungkan.
Direktur Utama PGN Suko Hartono menjelaskan saat ini PGN telah mengelola 97 persen infrastruktur gas bumi dan memiliki pasar niaga gas bumi yang besar yakni lebih dari 390 ribu pelanggan.
PGN juga telah ditugaskan pemerintah untuk menyalurkan gas bumi ke industri khusus, PLN, serta rumah tangga dengan harga yang telah diatur.
"Ya sekalian kami menjadi agregator. Dengan demikian seluruh gas ada bisa kami tampung dan kami salurkan, jadi ada kepastian," jelas Suko dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR-RI, di Komplek Parlemen Senayan, Senin, 6 Juli 2020.
Suko mengatakan, jika emiten pelat merah tersebut menjadi agregator gas, maka para pelanggan akan mendapat kepastian suplai gas dan para pelaku industri hulu juga mendapat kepastian pembeli.
"Dari sisi pelanggan adalah kepastian suplai. Karena pelanggan dapat kepastian suplai dari sumber gas, dari sumur yang ada dan juga dari LNG apabila sumur gas mengalami penurunan," jelasnya.
"Dari sisi hulu akan mendapatkan kepastian. Kalau mereka lakukan eksplorasi eksploitasi ada nih pembelinya, namanya subholding gas PGN," imbuhnya.
Sementara itu mengenai status perusahaan sebagai perusahaan terbuka atau publik, menurut Suko, itu bukan menjadi suatu penghalang PGN menjadi agregator gas nasional. Kepemilikan saham domestik masih menjadi mayoritas. Sedangkan kepemilikan asing hanya sekitar 15 sampai 20 persen.
Sehingga, peran agregator gas membuat PGN menjadi lebih maju dan yang merasakan adalah masyarakat Indonesia.
"Karena kami hari ini masih dianggap perusahaan terbuka yang kemungkinan 43 persen adalah kepemilikan saham publik. Tapi kami lihat dari 43 persen asing tidak lebih 15-20 persen. Jadi sebenarnya ini terbesar domestik. kalau PGN tumbuh bagus yang menikmati itu juga untuk rakyat Indonesia," tukasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News