Dikutip dari Channel News Asia, Senin, 8 Maret 2021, kontroversi seputar impor minyak sawit Indonesia dan keberlanjutannya memicu kekhawatiran yang cukup di Swiss untuk memicu pemungutan suara publik atas perjanjian tersebut. Tapi kesepakatan itu lolos dari uji persetujuan publik dengan 51,7 persen suara, dengan 51 persen pemilih.
Para pendukung menyuarakan kelegaan pada hasil tersebut tetapi mengatakan mereka harus lebih sensitif terhadap masalah lingkungan dalam pemungutan suara di masa depan untuk perjanjian perdagangan.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, tarif akan dihapus secara bertahap dari hampir semua ekspor terbesar Swiss ke Indonesia. Sementara Swiss akan menghapus bea atas produk industri Indonesia.
Siapa pun yang mengimpor minyak sawit Indonesia harus membuktikan bahwa minyak tersebut memenuhi standar lingkungan dan keadaan sosial tertentu.
Perjanjian tersebut ditandatangani pada 2018 dan disetujui oleh parlemen Swiss pada 2019, tetapi para penentang sangat mengkritik langkah Bern untuk mengurangi bea masuk minyak sawit dan mendapatkan suara publik atas kesepakatan tersebut.
Minyak sawit adalah bahan utama dalam berbagai produk mulai dari makanan hingga kosmetik, tetapi telah lama menjadi kontroversi di Uni Eropa.
Hewan
Kesepakatan itu berisi pengecualian untuk produk pertanian, terutama untuk melindungi produksi minyak bunga matahari dan rapeseed Swiss. Untuk minyak sawit, bea cukai tidak akan dihapus tetapi dikurangi antara 20 dan 40 persen, dengan volume yang dibatasi hingga 12.500 ton per tahun.
Poster kampanye yang mendukung kesepakatan tersebut menunjukkan beruang Swiss memeluk harimau Indonesia sebagai simbol kemitraan, sementara poster yang menentang menunjukkan orangutan dan bayi yang menempel di batang pohon, dikelilingi oleh api.
Perjanjian tersebut bertujuan untuk meningkatkan hubungan dengan Indonesia, meskipun hanya merupakan mitra ekonomi terbesar ke-44 Swiss dan pasar ekspor terbesar ke-16 di Asia. Pada 2020, ekspor Swiss ke Indonesia hanya berjumlah 498 juta franc Swiss (USD 540 juta).
Swiss adalah negara yang dipimpin ekspor,. Bahkan hampir setengah dari pendapatan nasionalnya dari luar negeri.
Presiden Swiss Guy Parmelin bersikeras bahwa tanpa kesepakatan, perusahaan Swiss akan dirugikan, mengingat bahwa Uni Eropa sedang merundingkan kesepakatan dengan Indonesia.
Swissmem, asosiasi nasional yang mewakili industri teknik, mengatakan kesepakatan itu akan sangat memudahkan akses perusahaan Swiss ke pasar yang menjanjikan ini. Ini adalah pertama kalinya para pemilih Swiss secara langsung memiliki suara mereka tentang perjanjian perdagangan bebas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News