Ilustrasi ekonomi hijau. Foto ; Medcom.
Ilustrasi ekonomi hijau. Foto ; Medcom.

Perbankan Nasional Belum Serius Dukung Upaya Dekarbonisasi

Annisa ayu artanti • 14 Juni 2022 15:03
Jakarta: Dorongan pembiayaan hijau oleh perbankan nasional dianggap belum cukup jika tidak diimbangi oleh upaya dekarbonisasi, yaitu dengan menyetop pembiayaan untuk industri batu bara.
 
Senior Analyst Climate Policy Initiative Luthfyana Larasati menjelaskan, bank-bank BUMN telah menjadi bagian dari pendorong sustainable finance. Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten dan Perusahaan Publik, terdapat 12 kategori kegiatan usaha berkelanjutan, mayoritas yakni 11 kegiatan masuk dalam kriteria hijau dan satu masuk dalam kriteria sosial, yaitu pendanaan UMKM.
 
Kesebelas kegiatan yang masuk dalam aspek sustainability seperti energi terbarukan, efisiensi energi, pencegahan dan pengendalian polusi, pengelolaan sumber daya alam hayati dan penggunaan lahan berkelanjutan serta konservasi keanekaragaman hayati darat dan air.

Selanjutnya, transportasi ramah lingkungan, pengelolaan air dan air limbah berkelanjutan, adaptasi perubahan iklim, pengelolaan air dan air limbah berkelanjutan, bangunan berwawasan lingkungan yang memenuhi standar atau sertifikasi secara nasional, regional atau internasional.
 
“Namun, temuan analisis kami mengungkap bahwa dalam periode 2019-2021, ternyata porsi yang benar-benar untuk pendanaan hijau yakni terhadap 11 kegiatan oleh perbankan hanya 27 persen, sedangkan mayoritas diberikan untuk kegiatan sosial UMKM. Dengan kata lain, banyak bank yang mengklaim telah meberikan pendanaan hijau, padahal dari total yang diberikan, lebih banyak porsi pendanaan kegiatan sosial dan UMKM," ungkapnya dalam keterangan tertulis, Selasa, 14 Juni 2022.
 
Selain itu, OJK juga telah menerbitkan Taksonomi Hijau (Green Taxonomy) yang didalamnya menyebutkan terdapat 919 sektor yang telah dikonfirmasi oleh kementerian terkait. Namun, Green Taxonomy tersebut diketahui memiliki pembagian kategori yaitu hijau (tidak merusak lingkungan), kuning (perlu ditinjau lebih lanjut) dan merah.
 
"Sayangnya, dalam kategori kuning disebutkan terdapat clean coal, yang artinya masih boleh didanai oleh bank meski dengan melakukan penilaian lebih tinggi," ucapnya.
 
Peneliti Trend Asia Andri Prasetiyo juga mengungkapkan, sektor perbankan harus menerjemahkan terminologi coal-phase out dengan tepat. Idealnya, upaya ini tidak semata untuk berhenti mendanai proyek-proyek PLTU batu bara, tetapi menyasar pada hulu pertambangan, hingga produk turunan pemanfaatan batu bara lain seperti gasifikasi batu bara.
 
“Ke depan, Bank yang tidak menunjukkan keberpihakan yang jelas dan tegas pada isu krisis iklim (baik kebijakan-praktik) akan berpotensi besar untuk ditinggalkan, nasabah akan beralih ke bank-bank yang dinilai memiliki orientasi lingkungan dan iklim yang lebih baik," jelasnya.
 
Menurut Andri, orang sudah terlanjur mengapresiasi Bank yang berkomitmen untuk tidak lagi mendanai proyek batubara seperti BRI, jadi ongkos sosialnya terlalu besar jika pernyataan itu tidak dilaksanakan.
 
“Sehingga, ketika komitmen muncul, Bank harusnya sudah berfikir secara kalkulatif proyek-proyek mana yang tidak sesuai dengan komitmen tersebut. Oleh karena itu, seharusnya BRI segera menerjemahkan komitmen penghentian pembiayaan batu bara dan minyak bumi, menjadi kebijakan internal perseroan dalam hal pemberian kredit,” tuturnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan