Ilustrasi pusat perbelanjaan. Foto: Medcom.id
Ilustrasi pusat perbelanjaan. Foto: Medcom.id

Rojali Nggak Selalu Tanda Kemiskinan, Tapi Bisa Jadi Alarm Ekonomi

Annisa ayu artanti • 25 Juli 2025 17:21
Jakarta: Belakangan ini, istilah "rojali" alias "rombongan jarang beli" ramai jadi perbincangan di media sosial. 
 
Istilah ini merujuk pada orang-orang yang datang ke pusat perbelanjaan atau mal, tapi pulang tanpa membeli apa-apa.
 
Meskipun terkesan lucu atau sekadar candaan, ternyata fenomena ini cukup menyita perhatian Badan Pusat Statistik (BPS). Menurut Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, rojali belum tentu mencerminkan kemiskinan. Tapi, tetap penting untuk dicermati lebih dalam.

"Bisa jadi untuk refresh atau ada tekanan ekonomi terutama kelas yang rentan sehingga mereka akan ‘rojali’ di mal dan lain sebagainya," ungkap Ateng dalam keterangannya dilansir Antara, Jumat, 25 Juli 2025.

Data Susenas ungkap konsumsi kelas atas menurun

Merujuk pada data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2025, Ateng mencatat bahwa kelompok atas mulai menahan laju konsumsinya. Namun, penurunan konsumsi ini tidak serta-merta memengaruhi angka kemiskinan nasional, karena hanya mencakup sebagian kelompok.
 
Baca juga: Dongkrak Daya Beli, Ini Dia 3 Peran Penting Paylater

Fenomena rojali, menurut Ateng, bisa menjadi alarm penting bagi pemerintah dan pembuat kebijakan. Tidak hanya fokus pada pengentasan kemiskinan ekstrem, tapi juga penting untuk menjaga daya beli dan kestabilan ekonomi kelompok rentan hingga menengah.
 
"Perlu diamati, apakah yang mengalami fenomena ‘Rojali’ hanya pada kelas atas, menengah, rentan, atau bahkan kelompok miskin. Kami belum sampai survei ke arah ‘Rojali’. Kami surveinya hanya berbasis sampel rumah tangga di Susenas," jelas Ateng.

Mendag: Rojali itu bukan hal baru

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menanggapi fenomena ini dengan santai. Menurutnya, rojali bukanlah hal baru dalam dunia perbelanjaan. Ia menilai bahwa masyarakat bebas menentukan cara belanja, baik secara online maupun offline.
 
"Kan kita bebas kan. Saya bilang kan kita tuh bebas mau beli di 'online', mau beli di 'offline' kan bebas. Kan dari dulu juga ada itu," ujar Budi.
 
Ia juga menambahkan bahwa banyak masyarakat yang datang ke mal hanya untuk melihat barang, lalu membelinya secara daring. Hal ini dinilai wajar sebagai bagian dari strategi belanja cerdas.

Rojali akan hilang saat daya beli pulih

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, optimis bahwa fenomena rojali hanya bersifat sementara. Ia menilai, kondisi ini akan mereda seiring membaiknya daya beli masyarakat.
 
"Saya kira tidak akan terus berlanjut, pemerintah kan sekarang sudah mulai banyak memberikan stimulus kebijakan-kebijakan untuk mendorong daya beli. Kalau daya belinya pulih, rojali-nya pasti berkurang," kata Alphonzus.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ANN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan