Hal itu disampaikan Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR-RI. Dana talangan tersebut dilakukan supaya perusahaan sebagai pelaku industri baja hulu dan industri baja hilir tidak mati di tengah ekonomi yang belum pulih.
"Kita hitung sebesar USD200 juta atau Rp3 triliun. Angka itu yang kita usulkan ke dalam rapat antara Krakatau Steel, Kementerian Keuangan, dan Kementerian BUMN," kata Silmy di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu, 8 Juli 2020.
Ia menjelaskan, pada triwulan kedua perusahaan mencatat penurunan permintaan baja signifikan yakni sekitar 60 persen. Hal tersebut menjadi kekhawatiran kelangsungan industri hilir dan pengguna baja Indonesia.
"Kita pertahankan supaya mereka tidak mati," ucapnya.
Selain itu, pemberian dana talangan ini juga dinilai sebagai relaksasi kepada hilir dan pengguna agar tidak terlalu ketat untuk mengorder bahan baku dari ke emiten berkode KRAS tersebut.
Seperti diketahui, produksi utama Krakatau Steel adalah lembaran hot roll coil dan cold roll coil. Selain itu, dana talangan juga bisa menjadi buffer atau penjaga dari persaingan global.
Lebih lanjut, kata Silmy, dana talangan ini diajukan juga untuk menjaga kesehatan keuangan perusahaan. Perusahaan mencatat kerugian selama delapan tahun dan baru pada kuartal I-2020 perusahaan mampu mencatatkan laba dengan melakukan restrukturisasi di segala hal.
"Jangan sampai restrukturisasi utang yang sudah dilakukan dan kita sudah mewujudkan laba di kuartal I tapi karena covid-19 terganggu, dan pada akhirnya mengakibatkan industri, khususnya baja, bisa kolaps," tukasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News