Karena itu, Permenaker yang menahan JHT hingga usia 56 tahun harus dibatalkan agar tidak menyandera hak pekerja/buruh
"Permenaker 2/2022 harus dibatalkan. Uang JHT merupakan uang pekerja/buruh, bukan uang negara. Mereka berhak mengambilnya saat sudah tidak bekerja lagi," kata Hergun yang juga menjabat sebagai Kapoksi Badan Legislasi DPR-RI, dikutip Kamis, 17 Februari 2022.
Hergun menambahkan, berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 35 ayat 2, Jaminan hari tua diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
"Masa pensiun tidak bisa dimaknai usia pensiun harus 56 tahun. Masa pensiun lebih tepat dimaknai jika pekerja/buruh sudah tidak bekerja lagi. Hal tersebut sejatinya sudah diatur dalam Permenaker 19/2015," terang dia.
Hergun membeberkan Pasal 3 Permenaker 19/2015 menyatakan manfaat JHT bisa diberikan kepada pekerja/buruh yang sudah tidak bekerja lagi baik karena mengundurkan diri, terkena PHK, maupun meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
"Pasal 5 dan 6 menyatakan manfaat JHT bisa dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal pengunduran diri atau PHK. Namun sayangnya, aturan ini diganti menjadi usia 56 tahun oleh Permenaker 2/2022," kata Hergun.
"UU SJSN harus menjadi landasan hukum mengenai pencairan manfaat JHT. Sebaiknya kita kembali ke Permenaker 19/2015 yang konteksnya lebih tepat menjabarkan aturan dalam UU SJSN," sambungnya.
Hergun melanjutkan, kehadiran Permenaker 2/2022 bagai petir di siang bolong. Kurang sosialisasi, tiba-tiba Permenaker diumumkan sepihak. Wajar jika mayoritas pekerja/buruh menolaknya.
Kapoksi Fraksi Gerindra di Komisi XI DPR-RI menambahkan, Permenaker 2/2022 juga kontradiktif dengan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dalam upaya memulihkan perekonomian nasional sebagai dampak covid-19.
"Perlu diingat, saat ini kita masih dalam kondisi terpapar covid-19. Dampaknya kemana-mana, antara lain menyebabkan terjadinya PHK dan pengurangan jam kerja secara besar-besaran," jelas dia.
Menurut data BPS per Agustus 2020 sebanyak 29,12 juta penduduk usia kerja terdampak covid-19, baik itu karena di-PHK, dirumahkan, atau dikurangi jam kerjanya. Lalu per Agustus 2021, turun menjadi 21,32 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News