Direktur Utama Antam Nico Kanter. Foto: Medcom.id/Annisa Ayu
Direktur Utama Antam Nico Kanter. Foto: Medcom.id/Annisa Ayu

Bos Antam Pastikan Keaslian Emas Produksi 2010-2021

Antara • 04 Juni 2024 11:10
Jakarta: Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk Nico Kanter memastikan keaslian produk emas yang diproses selama kurun waktu 2010-2021.
 
Pernyataan itu menjawab pertanyaan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima yang mempertanyakan keaslian emas 109 ton yang diproses pada periode 2010-2021.
 
Aria Bima mempertanyakan itu terkait kabar yang menyebutkan pemalsuan emas sebanyak 109 ton dari 2010 sampai 2021 yang saat ini kasusnya ditangani Kejaksaan Agung.
 
"Emas palsu tidak ada, Pak. Itu kita semua emas yang diproses, harus melalui proses yang tersertifikasi. Dan LBMA (London Bullion Market Association) itu sangat-sangat rigid dalam mengaudit," kata Nico dalam RDP dengan Komisi VI DPR, dilansir Antara, Selasa, 4 Juni 2024.
 
Menurut Nico, hal itu sudah diklarifikasi Antam kepada Kapuspen Kejaksaan Agung, emas tersebut asli.
 
"Oleh berita itu dikatakan emas palsu. Nah, Alhamdulillah dalam penjelasan kami kepada Kapuspen (Kejagung) beliau juga mempertajam statement-nya bukan emas palsu," ucap Nico.
 
Baca juga: 6 Mantan Pejabat Antam Ditetapkan Tersangka Korupsi 109 Ton Emas

Emas lebur cap juga asli

Dia juga memastikan emas yang dihasilkan termasuk lebur cap selama periode tersebut asli. Dalam lebur cap emas diproses di Antam tetapi Antam tidak membebankan biaya licensing atau branding. Jadi, kata Nico, ada cap emas yang diberikan karena dengan dicap emas itu juga meningkatkan nilai jualnya.
 
Ia mengungkapkan saat ini kapasitas logam mulia ada di kisaran 40-80 ton. Namun, di Pongkor Antam hanya bisa satu ton setahun.
 
"Oleh karena itu kami harus memproses dari luar juga termasuk yang kita impor ataupun emas-emas yang ada di domestik,” ujar dia. 
 
Namun, hal itu dilihat oleh Kejaksaan merugikan karena dinilai bahwa emas yang dilebur cap oleh Antam berasal dari proses-proses yang dianggap secara ilegal. Oleh karena itu, dia berharap ada kajian komprehensif mengenai hal tersebut.
 
"Ada baiknya kita harus mendapatkan kajian apakah itu dari Lemhanas, ITB, atau apa yang membuktikan apa yang kita lakukan sebenarnya tidak ada yang merugikan,” tutur Nico.
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ANN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan