Hal ini diakui Head of Product Proposition Manulife Indonesia Rheza Karyanto. Ia memiliki sejumlah teman yang terkena penyakit kritis.
"Saya terus terang juga melihat ini terjadi pada teman-teman saya di usia 30-an. Ada tiga orang mengalami penyakit kritis. Ada yang sembuh, ada yang masih menjalani (perawatan) sampai saat ini dan ada yang harus pulang terlebih dahulu," kata Rheza.
Menurut Rheza, banyak alasan yang mengakibatkan seseorang bisa terkena penyakit kritis. Apakah karena pola hidup, tekanan hidup atau penyakit bawaan.
"Kalau kita sampai terkena penyakit kritis, biayanya sama sekali enggak murah, bisa menguras tabungan dan kita harus menjual aset-aset kita, mobil-rumah. Dampak finansialnya sangat besar," ujarnya.
Rheza menemukan fenomena tidak sedikit mereka yang terdiagnosa penyakit kritis tidak mau disembuhkan atau pasrah. Faktor mental, menjadi salah satu pemicu.
"Mentalnya sudah kena. 'Saya harus melawan sakit, melakukan penyembuhan dan juga dampak terhadap keluarga saya dan masa depan keuangan bisa berantakan'," ungkap Rheza.
Padahal jika memiliki asuransi penyakit kritis, maka dia akan bebas dari kekhawatiran. Mereka akan memiliki peace of mind atau ketenangan pikiran dan bisa fokus untuk pemulihan dan penyembuhan.
Pasalnya asuransi jenis ini akan menanggung biaya pengobatan yang memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Pula santunan untuk mengganti kehilangan pendapatan selama pengobatan.
"Penyakit kritis ini treatment-nya panjang. Contoh orang yang terkena kanker. Pertama dia harus di-biopsi dulu, harus ditentukan ganas atau tidak, harus ada tindakan pertama operasi sel kanker selesai. Tidak sampai di situ risiko kanker bisa kembali, maka harus ada treatment lanjutan. Apakah itu kemoterapi, radiasi, dan ini bisa memakan waktu berbulan-bulan," bebernya.
Apalagi jika pasien seorang kepala keluarga. Kegiatannya mencari nafkah dan membayar kewajiban bulanan akan terganggu bahkan hilang total.
"Kalau seseorang melakukan perjalanan pengobatan sepanjang itu dan dia adalah seorang kepala keluarga, artinya dia belum tentu bisa melakukan kegiatan secara normal, memberikan penghasilan seperti yang dilakukan saat ini, tetapi yang namanya biaya hidup, cicilan, KPR, tetap. Nah, asuransi penyakit kritis bisa membantu cicilan yang hilang selama seseorang melakukan proses penyembuhan," tegas Rheza.
Rheza menambahkan waktu yang tepat untuk membeli asuransi penyakit kritis adalah di saat masih sehat dan produktif atau sedini mungkin. Pasalnya jika dilakukan di saat sakit dan tidak produktif, kecil kemungkinan bisa diterima sebagai pemegang polis atau nasabah asuransi.
"Semakin muda, semakin baik. Karena ketika muda kita bisa membuat perencanaan proteksi yang maksimal, berapa santunan yang kita mau dan dengan premi yang lebih terjangkau karena kesehatan kita masih diukur dalam kondisi prima," katanya.
Anggapan sejumlah orang bahwa membeli asuransi merupakan sebuah kesia-siaan tidak tepat. Asuransi justru langkah yang tepat mencegah hal-hal buruk terjadi di masa depan.
"Contohnya tablet jatuh. Karena pakai casing, enggak baret. Pertanyaan saya, nyesel enggak beli casing? Sama dengan asuransi. Kenapa harus nyesel? Kalau punya asuransi itu sebenarnya untuk melindungi nilai atau aset kekayaan kita yang sebenarnya jauh lebih besar daripada premi yang kita bayarkan," pungkasnya.
Jika Anda merasa belum bisa mengatur keuangan dengan bijak atau ingin mendapatkan edukasi finansial, silakan klik Manulife Indonesia. Follow juga akun Twitter dan Instagram @doit_metrotv untuk mendapatkan informasi terkini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id