Selain itu, tambahnya, terdapat migrasi keluarga mampu mengonsumsi pertalite. Akibatnya kuota pertalite yang disediakan pemerintah tidak mampu menahan lonjakan permintaan pertalite. Perkiraan pemerintah, pada Oktober nanti stok pertalite diperkirakan habis jika menyimulasikan dengan tren konsumsi sekarang ini.
"Subsidi solar juga tidak tepat sasaran karena selisih harga solar subsidi dengan nonsubsidi sangat besar. Banyak terjadi penyelundupan solar subsidi. Perubahan pola subsidi BBM dan LPG menjadi keniscayaan yang harus diubah oleh pemerintah," kata Said, dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 26 Agustus 2022.
Menurutnya dana sebesar itu idealnya digunakan untuk pembangunan di berbagai sektor yang dibutuhkan masyarakat kelas bawah dan kegiatan produktif, misalnya, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, energi, dan lain-lain. Besaran anggaran subsidi BBM dapat digunakan untuk membangun ruas tol baru sepanjang 3.501 km dengan perkiraan investasi Rp142,8 miliar per km.
Baca: Pemerintah Targetkan 10 Juta Sertifikasi Halal Bagi Pelaku UMKM |
Jika disetarakan dengan anggaran pembangunan Sekolah Dasar (SD) 227.886 unit, lanjutnya, diperkirakan butuh investasi Rp2,19 miliar tiap SD. Bahkan jika dikonversikan anggaran subsidi BBM setara dengan 3.333 unit Rumah Sakit (RS) skala menengah dengan besaran investasi Rp150 miliar per rumah sakit.
"Bahkan jika diperlukan untuk membangun puskesmas, anggaran subsidi dan kompensasi BBM dapat digunakan untuk membangun 41.666 puskesmas baru dengan biaya Rp12 miliar per puskesmas," tuturnya.
Said menilai sudah saatnya semua pihak mendukung pengurangan subsidi energi dan direalokasi menjadi anggaran diperlukan masyarakat miskin seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), bantuan upah tenaga kerja, bantuan sosial produktif UMKM, fasilitas Kesehatan, dan pendidikan agar dana APBN lebih dirasakan masyarakat.
"Artinya, subsidi dialihkan dari si kaya ke si miskin yang benar-benar membutuhkan. Kebijakan ini juga bisa meredam tekanan inflasi yang sangat rentan terhadap rumah tangga miskin," ucapnya.
Untuk mendorong barang-barang produksi, khususnya yang diproduksi UMKM yang menopang barang konsumsi sehari-hari rakyat, pengalihan dana subsidi dan kompensasi BBM, salah satunya dapat difokuskan kepada subsidi BBM untuk para pelaku UMKM yang teknisnya bisa diintegrasikan dengan keseluruhan program perlindungan sosial.
Kemudian, masih kata Said, relokasi anggaran subsidi dan kompensasi energi dapat difokuskan untuk penguatan program konversi energi. Langkah ini sangat penting untuk ketergantungan pada suplai impor minyak bumi. Adapun konversi kebijakan energi untuk mengarah kemandirian energi harus menjadi prioritas.
Hal itu penting agar kejadian bengkaknya anggaran subsidi dan kompensasi BBM tidak terus terulang di masa mendatang. Jangan sampai Indonesia jatuh pada lubang yang sama, padahal tahu lokasi lubang tersebut.
"Latar kebijakan ini penting untuk diketahui masyarakat agar bisa mengerti, memahami, dan akhirnya meyakini bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi yakni solar dan pertalite bukan semata urusan fiskal APBN tapi sekali lagi mengalihkan agar lebih tepat sasaran dan masyarakat bawah lebih berdaya secara ekonomi," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News