ilustrasi. Medcom.id
ilustrasi. Medcom.id

Kemenkeu Diminta Kejar Cukai Perusahaan Rokok Besar Pembuat KLM

Medcom • 07 Juli 2022 15:00
Jakarta: Kementerian Keuangan diminta menagih selisih cukai perusahaan rokok yang membayar cukai di bawah standar. Perusahaan itu diduga merugikan negara hingga rtausan miliar.
 
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan ada kelembak menyan (KLM) rokok putih produk luar negeri yang awal tahun ini hanya dikenai cukai Rp 25 per batang (Golongan II). Menurut dia, semestinya langsung dikenai cukai Golongan I. 
 
"Jadi, ada selisih cukai Rp 415 per batang. Dengan asumsi selama setengah tahun ini jumlah yang diproduksi sebanyak 500 juta batang, berapa ratus miliar uang negara dari cukai yang dinikmati mereka?" kata Misbakhun.

Misbakhun meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) mencermati hal itu. Menurutnya Tim Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (Stranas PK) bisa bergerak.
 
"Tim Stranas PK di KPK bisa bergerak karena telah memasukkan persoalan optimalisasi penerimaan negara dari cukai sebagai bagian Aksi Pencegahan Korupsi Tahun 2021-2022," ujarnya. 
 
“Kejagung mampu mengusut kasus minyak goreng dengan mencari pelanggar hukum yang merugikan negara. Seharusnya di soal tembakau ini juga mampu,” kata Misbakhun.
 
Misbakhun mengatakan kelembak menyan merupakan bentuk kearifan lokal (local wisdom). Rokok beraroma khas itu sangat dikenal oleh kalangan petani dan buruh di wilayah Magelang, Temanggung, Banyumas, Purbalingga, maupun daerah pesisir selatan Jawa Tengah, seperti Purworejo, Cilacap, dan Kebumen. 
 
Misbakhun perusahaan rokok luar memanfaatkan kapasitas produksi dan jaringan pemasaran perusahaan rokok besar dalam negeri untuk memasifkan peredaran KLMnya. "Tingkat produksi KLM mereka pada Februari 2022 sebesar 93 persen bahkan melonjak menjadi 98 persen pada Maret 2022," katanya. 
 
Misbakhun juga menyebut perusahaan rokok raksasa itu juga mengajukan penetapan tarif cukai KLM di 7 Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC), yakni Cilacap, Tegal, Jogja, Kediri, Cirebon, Gresik, dan Madiun. 
 
"Perlakuan istimewa soal cukai ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mengancam industri rumahan di berbagai daerah. mereka mampu memproduksi 52 juta batang per bulan. Sementara industri rumahan KLM hanya 4 ribu batang per bulan," ujarnya.
 
Misbakhun mengkritisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 109/PMK.010/2022 yang merevisi PMK Nomor 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris.
 
PMK yang ditetapkan pada 4 Juli 2022 itu memasukkan kelembak menyan (KLM) buatan pabrik rokok dengan kapasitas produksi lebih dari 4 juta batang per bulan ke dalam Golongan I atau dikenai cukai Rp 440 per linting. Adapun KLM buatan pabrik berkapasitas produksi kurang dari 4 juta batang per bulan masuk Golongan II (tarif cukai Rp 25 per batang).
 
Menurut Misbakhun, beleid baru dari Menkeu Sri Mulyani itu patut disayangkan karena tidak mengatur kuasa penagihan atas selisih cukai dari KLM buatan perusahaan rokok besar.
 
"PMK ini seharusnya berisi aturan yang memberikan kuasa menagih selisih cukai yang seakan-akan selama ini belum diatur sehingga dianggap menjadi celah yang dimanfaatkan oleh perusahaan rokok besar untuk membuat dan mengedarkan KLM. Selisih itu yang harus dikejar," kata Misbakhun.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan