Kebijakan tersebut diawali dengan larangan ekspor bijih nikel dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah memilih produksi nikel nasional untuk diolah di dalam negeri demi menciptakan nilai tambah.
"Semua pemain-pemain kelas dunia ingin masuk ke Indonesia," kata Luhut dalam Prospek Industri Minerba, Rabu, 24 Maret 2021.
Luhut menjelaskan Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar dan terbaik kualitasnya. Pemerintah berkeinginan untuk mengembangkan komoditas nikel menjadi lithium baterai dari hulu hingga hilir.
Namun demikian, pemerintah tidak akan asal-asalan membiarkan investor masuk ke Indonesia untuk mengolah kekayaan alam tersebut. Ia bilang investor yang boleh harus memberikan keuntungan bagi Indonesia, bukan hanya dari besaran nilai investasi, tapi dari sisi teknologi.
"(Tentunya) harus dengan win-win solution, mereka harus ada transfer teknologi dan ada research center di Indonesia," ujar Luhut.
Lebih lanjut, hilirisasi memerlukan teknologi yang selama ini belum dimiliki oleh Indonesia. Misalnya, komoditas tambang PT Freeport Indonesia yang diekspor dalam bentuk raw material.
"Freeport 52 tahun (beroperasi) di Indonesia, mana ada nilai tambah yang kita dapat. Mereka hanya ekspor raw material," tutur Luhut.
Oleh karenanya, kerja sama antara Freeport dan perusahaan asal Tiongkok Tsingshan Steel untuk pembangunan smelter tembaga di Weda Bay, Halmahera Tengah diharapkan bisa menciptakan nilai tambah produk Freeport, lantaran Tsingshan menawarkan teknologi.
"Terpaksa akhirnya Freeport dan Tiongkok juga. Dan Tiongkok yang mau dan dia nurut sama kita. Sehingga kalau ini terjadi, sebagai bagian dari produk lithium baterai yang akan kita rencanakan di 2023," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News