"Dalam UU, adalah tanggung jawab bersama antara direksi dan komisaris. Tidak boleh melempar (tanggung jawab) karena ada kewenangan yang melekat sebagai Komisiaris Utama, yaitu melakukan pengawasan terhadap direksi. Apa yang disampaikan Ahok justru membuat kegaduhan dan akhirnya menjadi perdebatan yang tidak bermanfaat," tegas Herman dalam keterangan resminya, Kamis, 17 September 2020.
Sebagai Komut, jelas Herman, tidak semestinya Ahok melakukan pencitraan di ruang publik, dengan 'menyerang' institusinya sendiri. Harusnya, lanjut Herman, Ahok melakukan pembinaan dan pembenahan ke dalam. Ahok harusnya mempergunakan kewenangan tersebut, agar Pertamina bisa lebih efisien, transparan, akuntabel, dan kontributif bagi negara.
Dia menuturkan, jika ada yang dianggap tidak sesuai, misalnya, Komisaris Utama seharusnya bisa memberi teguran tertulis, bisa lakukan intervensi terhadap kinerja Direksi. "Tetapi ini kan tidak. Yang dilakukan Ahok justru membuat kegaduhan. Apalagi sampai menembak Kementerian BUMN," tegas Herman.
Baca: Ingin seperti Temasek, Ahok Usul Kementerian BUMN Dibubarkan
Menurut Herman, memang tidak pada tempatnya Ahok menyampaikan kepada publik. Kalaupun dia menemukan sesuatu yang dianggap menyimpang, harusnya dilakukan melalui mekanisme yang ada.
"Kalau pun ada yang tidak benar, ya laporkan. Kan ada aparat penegak hukum. Kalau ada yang tidak jujur, misalnya, laporkan saja. Saya dan anggota DPR yang berkomisi di BUMN, melihat bahwa penyampaian kepada publik tidak fair dan tidak pas. Yang dilakukan Ahok justru membuat kegaduhan," lanjutnya.
Lebih jauh Herman menilai apa yang dilakukan Ahok justru memperlihatkan kegagalan sebagai Komisaris Utama. Termasuk di antaranya dalam menjaga agar Pertamina tidak merugi. Apalagi, setelah itu Ahok juga meminta agar Kementerian BUMN dibubarkan.
"Jangan bicara Indonesia Incorporation jika sebagai Komut Pertamina saja gagal dan menakut-nakuti," pungkas Herman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News