Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, Roberia menyoroti pengesahan kebijakan PP 28/2024 dan RPMK yang terkesan dipaksakan. Oleh sebab itu, ia mengamini jika banyak aspirasi pihak terdampak yang tidak tertampung dalam dua aturan tersebut.
“Maka dari itu kami memastikan akan menampung masukan-masukan yang hadir di masyarakat agar regulasi-regulasi yang dibuat pemerintah dapat menjadi manfaat yang luas bagi semua pihak dan kalangan,” ujarnya dalam diskusi publik dilansir, Jumat, 20 September 2024.
Roberia juga menyampaikan, bahwa perumusan PP 28/2024 membutuhkan waktu cukup lama karena banyaknya masukan dari pihak terdampak di industri hasil tembakau. “Bukan soal cepatnya tapi apakah semua aspek terpenuhi? Untuk PP kesehatan, salah satunya ada ‘surat cinta’ dari stakeholder industri hasil tembakau,” ujarnya.
Baca juga: Wacana Kemasan Rokok Polos Dikritik, Picu Pemalsuan Produk hingga Abaikan Hak Konsumen |
Direktur Manajemen Industri Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Saifullah Agam menyayangkan minimnya masukan publik yang ditampung dalam RPMK maupun PP 28/2024. Menurutnya, kebijakan publik yang baik sejatinya menampung berbagai masukan, baik pro atau kontra untuk kemudian secara bersama-sama dicarikan solusi terbaik.
“Kami juga tidak dilibatkan (dalam perumusan aturan). Padahal penting untuk melibatkan semua pihak. Karena tujuan kebijakan ini bukan untuk membatasi, tapi untuk mendorong kesehatan masyarakat. Karena jika begitu, nanti yang ada malah merugikan banyak pihak. Ini bisa dilakukan dengan komunikasi dan mencoba peluang yang bisa dimanfaatkan,” tutur dia.
Syaiful juga menyoroti dampak yang akan terjadi jika kemasan rokok polos tanpa merek diberlakukan. Hal ini dikhawatirkan bakal meningkatkan produk ilegal yang dapat dengan mudah membuat produk polosan tanpa merek. Padahal bagi dia, brand merupakan citra suatu produk yang dibangun dengan nilai investasi tinggi.
“Saya heran kalau itu dibikin tidak boleh ada merek, berarti produk ilegal bisa jadi bikin polosan juga tanpa was-was. Padahal brand dibangunnya juga susah sekali, perlu biaya yang besar,” ungkapnya.
Terpisah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes Benget Saragih, menuturkan bahwa RPMK serta PP 28/2024 tidak dimaksudkan untuk menyuruh orang berhenti merokok, melainkan menyasar anak-anak agar tidak merokok. Kendati begitu, ia tidak menampik terjadinya minim partisipasi dalam penyusunan regulasi tersebut.
“Larangan peringatan merokok telah menjadi barrier, namun Indonesia kalah dalam hal ini. Sehingga pengendalian rokok anak yang jadi fokus kami. Soal kealpaan beberapa kementerian terkait, sebab menilai posisi mereka sudah menolak, sehingga Kemenkes jalan terus,” jelasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pesan agar tidak membuat kebijakan ekstrem yang bisa membuat gejolak di tengah masa transisi pemerintahan. Ia turut menekankan semua pihak untuk menjaga situasi yang kondusif demi menjaga stabilitas pembangunan.
“Menjaga situasi yang kondusif kita butuh stabilitas untuk melakukan pembangunan sehingga jangan sampai ada riak-riak gejolak sampai pemerintahan berikutnya terbentuk,” kata Presiden.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News