Ilustrasi tembakau. Foto: Dok istimewa
Ilustrasi tembakau. Foto: Dok istimewa

Optimistis Panen Bagus, Petani Tembakau dan Cengkeh Justru Terancam Pengetatan IHT

Eko Nordiansyah • 26 Agustus 2024 15:18
Jakarta: Perwakilan petani tembakau dan cengkeh menolak implementasi pasal-pasal pertembakauan di Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 tentang Pelaksana UU Kesehatan No 17 Tahun 2023. Apalagi ada 2, 5 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh yang terkena imbas dari peraturan ini.
 
Sekjen Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) K. Muhdi mengatakan, saat ini jutaan petani bersiap memasuki masa panen tembakau yang tengah meningkat. Menurutnya, yang menjadi urgensi kebutuhan petani saat ini adalah upaya untuk meningkatkan produktivitas.
 
“Bukan sebaliknya, melahirkan peraturan seperti PP No 28 Tahun 2024 yang bisa mematikan ladang penghidupan kami, apalagi disebut-sebut ancaman peraturan turunan PP Kesehatan ini akan segera disahkan,” ujar Muhdi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin, 26 Agustus 2024.

Menurutnya, dukungan ini yang sangat dibutuhkan agar terus dapat bertumbuh, berdaya saing dan sejahtera. Pemerintah seharusnya dapat melindungi harapan dan mata pencaharian petani dengan regulasi yang adil dan berimbang sehingga dapat menjadi payung pelindung bagi ekosistem pertembakauan.
 
“Yang harusnya diputuskan bersama saja Kementerian Kesehatan tidak transparan apalagi untuk Peraturan Menteri Kesehatan. Petani pastikan akan mengawal aturan tersebut dan tidak segan turun ke jalan jika Peraturan Menteri Kesehatan mengancam sektor tembakau,” ungkapnya.
 
Saat ini ada 14 sentra pertembakauan dengan lebih dari 100 jenis tembakau. Sekitar 70 persen dari 200 ribu ton tembakau yang diproduksi oleh petani tembakau di Indonesia diserap oleh industri hasil tembakau (IHT). Dan, 99,96 persen dari total luas lahan sentra tembakau nasional, merupakan perkebunan rakyat.
 
Baca juga: Merasa Dirugikan, Serikat Pekerja Rokok Nilai PP Kesehatan Tak Transparan
 

Ganggu ekosistem IHT

Ketua Umum Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) Dahlan Sahid mengungkapkan, 97 persen produktivitas petani cengkeh diserap utuh oleh industri rokok kretek. Cengkeh merupakan dwi tunggal sebagai bahan baku utama rokok kretek. Oleh karena itu, petani cengkeh sangat bergantung pada keberlangsungan IHT.
 
“IHT adalah lokomotif yang menyerap komoditas bahan baku, tenaga kerja dan pedagang. Sebagai satu kesatuan maka satu gangguan yang terjadi di salah satu mata rantai ekosistem IHT, baik di hulu maupun di hilir maka akan dirasakan akibatnya oleh yang lainnya,” jelas Dahlan.
 
Ia melanjutkan, gangguan terhadap  IHT akan berakibat turunnya produksi rokok dan berujung pada petani cengkeh akan mengurangi serapan industri yang tentunya akan berakibat pada turunnya harga cengkeh. Padahal sektor ini juga turut menyumbang ke kas negara seperti sektor tembakau lainnya.
 
“Jangan mentang-mentang akan segera selesai masa jabatannya lantas Menteri Kesehatan mengesahkan aturan turunan tanpa mempertimbangkan keberadaan kami di sektor hulu. Kecenderungannya pemerintah saat ini ugal-ugalan mengesahkan aturan yang justru akan memberatkan pemerintahan baru,” ujar dia.

Potensi panen bagus

Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) I Ketut Budhyman menyebut, PP Kesehatan yang baru saja disahkan akan mematikan seluruh petani tembakau dan cengkeh. Padahal para petani tembakau di Madura, Tulungagung, Temanggung, sedang optimistis karena hasil panennya bagus.
 
“Petani berbudidaya dan panen dengan harapan semua hasilnya dengan kualitas baik akan jadi sumber penghasilan. Namun harapan tersebut malah dihancurkan. Cukup sudah berbagai regulasi yang menekan sektor tembakau. Aturan pemerintah ini ibarat menembak kaki sendiri,” katanya.
 
Ia menegaskan, pasal-pasal di hilir sangat membuat para petani yang ada di hulu khawatir. Bahkan ia pun menyayangkan sikap Kementerian Kesehatan yang dinilai tidak mengindahkan masukan Kementerian Pertanian yang mencoba mencari jalan tengah dengan tetap melindungi petani tembakau dan cengkeh.
 
“Kebijakan di hilir untuk mengendalikan konsumsi tembakau akan turut berdampak kepada pemangku kepentingan di sisi hulu, para petani. Saat ini beberapa daerah pertanian tembakau memulai proses panen. Namun di sisi hilir ancaman PP Kesehatan justru menimbulkan ketidakpastian,” ujar dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan