Para perempuan Wae Sano memamerkan kain Shibori buatan mereka di tepi Danau Sano Nggoang (Foto:Dok)
Para perempuan Wae Sano memamerkan kain Shibori buatan mereka di tepi Danau Sano Nggoang (Foto:Dok)

Membangun Negeri dari Wae Sano

M Studio • 24 Agustus 2020 16:01
DANAU Sano Nggoang seluas sekitar 500 hektare yang terletak di ketinggian 650 meter di atas permukaan laut, menjadi latar alam bagi Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Danau itu menjadi tempat bermain berbagai fauna termasuk burung pleci, cekakak, gagak flores, dan itik gunung yang ditemukan di kawasan Hutan Mbeliling dan Hutan Sesok. 
 
Mata air panas di tepian danau yang bisa dijadikan spa alami menambah sempurna posisi Wae Sano. Apalagi lokasinya hanya berjarak 65 kilometer dari Labuan Bajo yang kerap disebut sebagai potongan surga di bumi karena keindahan alam baharinya.
 
Sebagai kaldera sisa letusan gunung api purba, Sano Nggoang dalam bahasa lokal diartikan sebagai ‘air membara’ yang dalam konteks modern muncul dalam bentuk kadar belerang yang tinggi dan air yang asam. Selain ikan tak bisa hidup di danau, airnya pun tak bisa dikonsumsi warga sekitar. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, warga Desa Wae Sano memanfaatkan beberapa mata air bersih dekat desa yang debit airnya terbatas. Karena itu, warga terpaksa harus berjalan kaki berkilo-kilo meter untuk mendapatkan air bersih dalam jumlah yang memadai.

Untuk membantu warga Desa Wae Sano dalam memenuhi kebutuhan air bersih, PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau PT SMI menginisiasi Program Desa Bakti untuk Negeri (DBuN).
 
PT SMI merupakan salah satu Special Mission Vehicle (SMV) yang merupakan Badan Usaha Milik Negara di bawah koordinasi Kementerian Keuangan. 
 
PT SMI berinisiatif menghampiri Wae Sano pada September 2018. Program ini  juga sebagai kelanjutan pelaksaan visi membangun negeri secara berkelanjutan yang juga pernah dijalankan oleh PT SMI pertama kali di Jawa Tengah. 
 
Dalam teknis pelaksanaannya, PT SMI menggandeng Yayasan Dian Desa sebagai pelaksana program Desa Bakti untuk Negeri, serta melibatkan warga desa Wae Sano dalam penentuan program pemberdayaan, sebuah langkah awal untuk menjamin keberlanjutan. Sejumlah inisiatif dikumpulkan dari berbagai aspirasi warga, akhirnya disepakati untuk dijalankan oleh dan untuk warga Wae Sano. 
 
Program pemberdayaan paling utama tentu saja dengan menyediakan kebutuhan primer masyarakat, yaitu air bersih. Empat sumber mata air di dataran yang lebih tinggi, salah satunya berjarak 8 kilometer dari Desa Wae Sano, dijadikan sebagai sumber air utama, ditambah dua sumber mata air tambahan yang memiliki debit memadai. Targetnya adalah memasang jaringan pipa dari mata air ke seluruh rumah warga Wae Sano. 
 
Separuh dari total penduduk Wae Sano (sebanyak 1.205 jiwa menurut data BPS 2017) terlibat dalam gotong royong untuk merevitalisasi jaringan perpipaan air bersih. Perbedaan pendapat di antara warga desa yang sempat muncul menjadi cair karena mereka menyadari bahwa program ini adalah untuk kepentingan dan kebaikan warga sendiri. 
 
Mereka bekerja bakti menggotong bahan dan material (pasir, semen, pipa), membangun bak-bak penampungan air dan memasang 20 kilometer pipa yang mengalirkan air bersih ke seluruh 287 rumah di Desa Wae Sano. 
 
Pada Juli 2019, kerja besar warga itu pun rampung dan seluruh rumah di Wae Sano kini telah teraliri air bersih. Warga yang telah mendapatkan pelatihan dan pengalaman membangun jaringan pipa air pun membentuk lembaga yang disebut Organisasi Pemakai Air Minum (OPAM) untuk mengelola jaringan air bersih tersebut dan menjamin keberlanjutan program ini.
 
Warga Wae Sano kini hanya tinggal memutar keran untuk mendapatkan air bersih. Dengan mudahnya akses air bersih, warga Wae Sano terutama ibu-bu kini tak perlu lagi menghabiskan waktu dan tenaga untuk mengambil air sehingga mereka mendapatkan tambahan waktu untuk menjadi lebih produktif menjalankan kegiatan ekonomi lainnya di desa.
 
Kualitas hidup yang sudah lebih baik berkat pembangunan saluran air bersih mendukung upaya untuk lebih menyatukan warga dalam membangun masa depan mereka. Para fasilitator kemudian mengajak warga Wae Sano untuk membangun sebuah sarana tempat berkumpul dan beraktivitas. 
 
Di tempat inilah warga yang memiliki beragam pandangan bisa mencurahkan gagasan dan ide mereka untuk perbaikan kehidupan desa, termasuk sebagai sarana warga berkarya. Di sini warga bisa belajar bersama untuk mengoptimalkan potensi kekayaan alam Sano Nggoang dari mengolah mete, karbonisasi limbah kemiri, sampai pengemasan madu hutan.
 
Para wanita di Desa Wae Sano yang kini telah memiliki lebih banyak waktu luang juga belajar memproduksi kain Shibori, dengan teknik ikat dan celup kain. Mereka antusias belajar metode yang berasal dari Jepang itu, dengan memanfaatkan getah kayu yang diambil dari alam Sano Nggoang sebagai pewarna kain alami. 
 
Kain Shibori pertama yang diproduksi di Manggarai Barat dengan mengambil elemen-elemen alam Sano Nggoang itu telah menjadi identitas masyarakat Wae Sano yang cinta damai dan sangat mencintai lingkungannya.
 
Tempat berkumpul warga itu telah menjadi sarana untuk mendorong produktivitas ekonomi desa. Walaupun saat ini pemasarannya masih sporadis, kain Shibori Wae Sano sempat tampil di sejumlah pameran. Namun, yang terpenting di balik itu semua, Desa Bakti untuk Negeri telah memberi kesempatan kepada wanita di Wae Sano untuk menunjukan bahwa mereka adalah wanita tangguh yang bisa berkontribusi bagi kehidupan dan lingkungannya. Desa Bakti untuk Negeri telah memberi warna kehidupan baru bagi Wae Sano. 
 
Dalam peringatan 75 tahun Indonesia merdeka, desa di tepian danau vulkanis itu semakin nyata mulai bergerak menjadi salah satu potongan surga baru di bumi Flores, yang lebih maju dan berkelanjutan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(ROS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan