"Transisi menuju energi baru dan terbarukan (EBT) perlu kehati-hatian dan kearifan," kata Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtarudin dalam rilisnya, Senin, 11 Oktober 2021.
Menurut dia, transisi energi tidak mungkin dilakukan secara spontanitas karena memerlukan penyesuaian dan waktu.
Mukhtar pun mengingatkan agar transisi energi tidak menimbulkan persoalan, seperti yang kini terjadi di sejumlah negara di Eropa dan Tiongkok. Mereka mengalami krisis energi karena pasokan yang terganggu.
Berkaca dari hal tersebut, Mukhtar menilai sistem energi nasional harus terintegrasi untuk mencegah hal yang serupa terjadi. "Jadi tidak boleh parsial (transisi) energi ini, harus terintegrasi secara baik," tegasnya.
Pembangunan infrastruktur listrik
Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan akan ditingkatkan dalam proyek pembangunan pembangkit listrik di Indonesia.Dalam pelaksanaan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030 partisipasi swasta sebesar 64,8 persen dari total pembangkit listrik 40,6 gigawatt yang akan dibangun hingga 10 tahun ke depan.
Dia menambahkan bahwa sektor swasta juga akan mengembangkan 56,3 persen dari total 20,9 gigawatt pembangkit listrik dari energi baru terbarukan.
Menurutnya, RUPTL PLN 2021-2030 sebagai RUPTL hijau karena porsi penambahan pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 51,6 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penambahan pembangkit fosil sebesar 48,4 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News