Menteri ESDM Arifin Tasrif bersama Dirut Bank Mandiri Darmawan Junaidi dan Direktur Retail dan Niaga PLN Edi Srimulyanti saat kunker ke lokasi PSN smelter nikel CNI. Foto: dok CNI.
Menteri ESDM Arifin Tasrif bersama Dirut Bank Mandiri Darmawan Junaidi dan Direktur Retail dan Niaga PLN Edi Srimulyanti saat kunker ke lokasi PSN smelter nikel CNI. Foto: dok CNI.

Smelter Nikel Ceria Group Segera Beroperasi, Menteri ESDM: Energi Terbarukan Dipasok PLN

Ade Hapsari Lestarini • 04 Juli 2024 14:45
Kolaka: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif berharap terobosan PT Ceria Nugraha Indotama bisa menginspirasi industri smelter lain di Sulawesi untuk menggunakan listrik yang bersumber dari energi terbarukan.
 
Arifin mengapresiasi dan mendukung langkah Ceria Nugraha Indotama untuk menggunakan energi terbarukan di seluruh rantai industrinya yang bersumber dari PLN. Terobosan ini menjawab kebutuhan langkah dekarbonisasi global dan sejalan dengan upaya pemerintah untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) 2060.
 
"Climate change menuntut kita mereduksi semua emisi karbon. PLN sudah menyediakan energi bersih. Selanjutnya untuk pengembangan diharapkan bisa memberikan energi bersih ke pelanggan, termasuk industri. Pemerintah berkewajiban untuk mendukung kebutuhan energi bersih ini," kata Menteri Arifin, dikutip Kamis, 4 Juli 2024.

Menteri Arifin mengatakan, saat ini Pemerintah memang sedang mengembangkan ekosistem untuk kelistrikan yang bersih ke depan.
 
"Ini adalah salah satu modal bangsa kita. Saat ini yang sedang direncanakan adalah bagaimana kita bisa menyuplai listrik dari energi yang memiliki emisi karbon yang lebih rendah, antara lain kita ingin memanfaatkan gas alam yang saat ini kita temukan potensinya sangat menjanjikan,” jelas dia.
 
Menurut Menteri Arifin, selama ini smelter-smelter yang di Sulawesi masih menggunakan sumber energi dari batu bara yang diperkirakan mencapai kurang lebih 20 gigawatt dan menghasilkan emisi karbon cukup besar.
 
"Nah ini tentu saja akan menjadi tantangan ya buat industri smelter yang ada disini. Mengapa? Karena sekarang ini dunia menuntut industri menghasilkan green product dengan menggunakan energi bersih. Negara-negara Eropa, sudah mendorong pemakaian energi bersih dan sudah mulai akan menerapkan Cross Border Carbon Mechanism. Beberapa negara Eropa bahkan sudah ada yang menerapkan pajak karbon yang cukup tinggi, ya di Skandinavia sudah di atas USD100 per ton. Ini harus kita antisipasi," ujar dia.
 
Arifin mengatakan, Ceria Nugraha Indotama menjadi satu-satunya yang bisa masuk standar The new Inflation Reduction Act (IRA). Aturan-aturan IRA akan mempermudah produk industri itu terserap ke pasar Amerika Serikat (AS).
 
 
Baca juga: Menteri ESDM Sambangi PSN Smelter Merah Putih CNI di Kolaka
 

Sumber pasokan listrik


Adapun sumber pasokan listrik di industri Ceria Group antara lain memiliki Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL) dengan PT PLN (Persero) sebesar 414 MVA (352 MW) listrik dari sumber tenaga ramah lingkungan seperti diatur dalam Pembelian Sertifikat Energi Terbarukan (REC). Penggunaan sertifikat REC oleh Ceria akan meningkat secara bertahap mulai dari sekitar 80 ribu unit pada 2024 menjadi 2,2 juta unit pada 2030. Setiap satu unit sertifikat REC mewakili satu megawatt-jam (MWh) konsumsi energi listrik.
 
Untuk menjaga keandalan dan stabilitas listrik industri Ceria Group, PLN juga membangun Pembangkit Listrik Mobile Barge Mounted berkapasitas 2 x 60 MW (BMPP) dilengkapi dengan Terminal LNG dan fasilitas Regasifikasi di lokasi Ceria.
 
Selain itu, PLN melalui anak perusahaannya PLN Batam, akan segera membangun Pembangkit Listrik Terintegrasi di kawasan Ceria, khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTMG) berkapasitas 200 MW. Rencana masa depan akan ditambahkan Pembangkit Listrik Tenaga Siklus Gabungan (PLTGU) berkapasitas 200 MW.
 
Di sisi lain, Arifin Tasrif mengungkapkan progres proyek Strategis Nasional (PSN) smelter nikel milik PT Ceria Nugraha Indotama sangat positif. Dia berharap mechanical completion bisa selesai Oktober dan bisa commissioning di akhir tahun ini," ujar dia.
 
Proyek smelter yang dimaksud adalah smelter dengan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF), yang pada tahap awal dibangun satu jalur produksi (1 x 72 MVA) untuk mengolah bijih nikel saprolit, dan ke depannya akan dibangun sebanyak empat lajur produksi (4 X 72 MVA) secara bertahap dengan kapasitas produksi 252.700 ton per tahun.
 
Arifin menekankan pemerintah berharap pelaku industri pemurnian mineral harus bisa mengembangkan ekosistem untuk produk akhir elektrifikasi, karena Indonesia memiliki sumber daya mineral yang sangat bernilai.
 
"Kita harus mengantisipasi, bagaimana industri dalam negeri ini bisa berkembang, cita-cita kita elektrifikasi bisa tercapai, nikel ini tentu saja ada di poros baterai NCM (Nikel Cobalt Mangan), kita punya nikel, kemudian limonet kita juga punya cobalt konten yang signifikan, kemudian juga kita masih punya sumber mangan di Nusa Tenggara Timur, nah inilah yang harus kita integrasikan," imbuh Menteri Arifin.
 
 
Baca juga: Tekan Emisi Karbon, PLN Suplai Listrik ke Smelter Ceria Group dari Energi Bersih
 

Smelter segera beroperasi


CEO Ceria Group Derian Sakmiwata mengungkapkan smelter RKEF Ceria line 1 akan beroperasi dalam dua hingga tiga bulan ke depan. "Ukuran furnace-nya 72 MVA ini yang nanti akan input raw mineral sebesar 1,4 juta metrik ton per tahun di kadar 1,59," urai dia.
 
Derian menyebut, itu merupakan Langkah awal Ceria, dan RKEF masih memiliki target membangun empat jalur RKEF yang akan dibangun secara bertahap, dan juga akan membangun smelter dengan teknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching) dan seluruh aktivitas industri CERIA berpedoman terhadap kaidah Environment, Social and Governance (ESG).
 
"Saat ini Ceria juga aktif untuk menerapkan IRMA (Initiative for Responsibility Mining Assurance), ini adalah cara Ceria untuk mengupgrade pola operasi untuk lebih memperhatikan aspek lingkungan dan sosial lebih detail lagi untuk mencegah bahaya-bahaya historis yang bisa terjadi lagi dan mencegah bahaya-bahaya yang akan terjadi," jelas dia.
 
Proyek fasilitas pemurnian bijih nikel milik Ceria merupakan proyek smelter Indonesia pertama yang didanai oleh perbankan nasional, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Menteri Arifin mengatakan ini adalah proyek pendanaan pertama yang dibiayai perbankan nasional, dan pemerintah terus berusaha memfasilitasi lembaga perbankan untuk mendanai proyek-proyek smelter maupun sektor energi lainnya.
 
"Ini mungkin project financing pertama yang dilakukan, nah ini masih banyak lagi national financial yang memang bisa kita lihat opportunity-nya dan didukung, nanti terutama juga untuk di migas. Karena pemerintah tengah menggenjot infrastruktur energi, selain juga program hilirisasi dalam pemrosesan sumber daya mineral kita," kata dia.
 
Pemerintah, sambungnya, memiliki visi untuk mendorong dan mempercepat proses hilirisasi. Penyelesaian sejumlah proyek hilirisasi tengah didorong agar dapat selesai pada waktu yang ditentukan, sehingga industri di Indonesia bisa tumbuh dan berkembang, serta akan meningkatkan nilai tambah dari produk turunan mineral.
 
"Kita kan ingin produk yang kita hasilkan punya nilai tambah yang tinggi, karena itu kita perlu smelter untuk bisa mendorong pembangunan dan perekeonomian nasional," jelas Arifin.
 
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan proyek smelter Ceria memang proyek pertama yang dibiayai oleh investor domestik dan Bank Mandiri mendukung proyek ini akan diselesaikan dengan baik dan sesuai dengan target yang ditentukan.
 
"Kita melihat kesungguhan dari Ceria untuk menyelesaikan proyek ini, termasuk mengupayakan energi yang dibutuhkan dan sudah dialiri listrik oleh PT PLN dan Insyaallah akan membuat rencana berjalan dengan lancar," kata dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan