Jakarta: Program hilirisasi mineral yang tengah dijalankan pemerintahan Presiden Joko Widodo diminta untuk dievaluasi.
Hal itu disampaikan Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono lantaran diduga investor asing banyak diuntungkan dari nilai tambah hilirisasi nikel dalam negeri.
Diketahui bahwa 90 persen pabrik hilirisasi nikel di Indonesia menjalin kerja sama dengan Tiongkok
"Nilai tambah dari hilirisasi harus dinikmati orang lokal. Jangan sekadar kita mengundang luar untuk masuk (berinvestasi) hilirisasi, tapi semua nilai tambahnya itu diambil dia (asing). Ini perlu dievaluasi, diperbaiki," ujarnya di Kantor Apindo, dilansir Media Indonesia, Kamis, 21 Desember 2023.
Meski pemerintah menyatakan hilirisasi akan meningkatkan nilai tambah berkali-kali lipat, Sutrisno menilai sampai saat ini kebijakan hilirisasi mineral belum mampu mendongkrak perekonomian daerah penghasil tambang.
"Ya bahkan ada gap ekonomi dengan daerah," tambah dia.
Dalam catatan Kementerian Investasi, nilai ekspor Indonesia untuk produk nikel berkisar USD3,3 miliar di 2019. Diterapkannya kebijakan larangan ekspor bijih nikel pada awal 2020, nilai ekspor produk nikel yang sudah diolah melonjak tercatat menjadi USD30 miliar pada 2022.
"Tapi, nilai tambah berkali-kali lipat itu siapa yang menikmati? Itu pertanyaannya. Kalau nilainya berkali-kali lipat, tapi diambil semuanya ke sana (asing), buat apa?" jelas Sutrisno.
Ia juga menegaskan implementasi kebijakan hilirisasi harus mampu banyak menyerap tenaga kerja lokal dan memberikan multiplier effect atau efek ganda bagi perekonomian Indonesia.
"Kalau hilirisasi itu tidak bisa hasilkan nilai tambah besar yang bisa dinikmati masyarakat lokal, kemudian hanya memindahkan nilai tambah ke luar, ya buat apa? Ini perlu banyak perbaikan, supaya nilai tambah dinikmati bangsa ini," ucap Sutrisno.
Hal itu disampaikan Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono lantaran diduga investor asing banyak diuntungkan dari nilai tambah hilirisasi nikel dalam negeri.
Diketahui bahwa 90 persen pabrik hilirisasi nikel di Indonesia menjalin kerja sama dengan Tiongkok
"Nilai tambah dari hilirisasi harus dinikmati orang lokal. Jangan sekadar kita mengundang luar untuk masuk (berinvestasi) hilirisasi, tapi semua nilai tambahnya itu diambil dia (asing). Ini perlu dievaluasi, diperbaiki," ujarnya di Kantor Apindo, dilansir Media Indonesia, Kamis, 21 Desember 2023.
Baca juga: Hilirisasi Diyakini Bebaskan Indonesia dari Middle Income Trap |
Meski pemerintah menyatakan hilirisasi akan meningkatkan nilai tambah berkali-kali lipat, Sutrisno menilai sampai saat ini kebijakan hilirisasi mineral belum mampu mendongkrak perekonomian daerah penghasil tambang.
"Ya bahkan ada gap ekonomi dengan daerah," tambah dia.
Dalam catatan Kementerian Investasi, nilai ekspor Indonesia untuk produk nikel berkisar USD3,3 miliar di 2019. Diterapkannya kebijakan larangan ekspor bijih nikel pada awal 2020, nilai ekspor produk nikel yang sudah diolah melonjak tercatat menjadi USD30 miliar pada 2022.
"Tapi, nilai tambah berkali-kali lipat itu siapa yang menikmati? Itu pertanyaannya. Kalau nilainya berkali-kali lipat, tapi diambil semuanya ke sana (asing), buat apa?" jelas Sutrisno.
Ia juga menegaskan implementasi kebijakan hilirisasi harus mampu banyak menyerap tenaga kerja lokal dan memberikan multiplier effect atau efek ganda bagi perekonomian Indonesia.
"Kalau hilirisasi itu tidak bisa hasilkan nilai tambah besar yang bisa dinikmati masyarakat lokal, kemudian hanya memindahkan nilai tambah ke luar, ya buat apa? Ini perlu banyak perbaikan, supaya nilai tambah dinikmati bangsa ini," ucap Sutrisno.
Peta jalan hilirisasi mineral
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Bidang Perhubungan & Logistik Apindo Carmelita Hartoto mendorong adanya peta jalan atau roadmap hilirisasi mineral yang jelas dan terukur.
Ia menilai pemerintah belum menyiapkan secara matang penerapan hilirisasi nikel yang berjalan sejak 2020.
Alhasil, pemerintah dianggap bergantung pada negara asing baik itu dari sisi teknologi maupun penyerapan tenaga kerja untuk menjalankan proyek pengolahan fasilitas tambang atau smelter di dalam negeri.
"Perlu ada roadmap yang jelas. Jangan seperti nikel yang tidak ada persiapan. Semua berjalan tanpa ada perencanaan yang pasti. Perusahaan asing yang masuk, tapi dari kita tidak banyak yang ikut," ungkap Carmelita.
Ia menilai pemerintah belum menyiapkan secara matang penerapan hilirisasi nikel yang berjalan sejak 2020.
Alhasil, pemerintah dianggap bergantung pada negara asing baik itu dari sisi teknologi maupun penyerapan tenaga kerja untuk menjalankan proyek pengolahan fasilitas tambang atau smelter di dalam negeri.
"Perlu ada roadmap yang jelas. Jangan seperti nikel yang tidak ada persiapan. Semua berjalan tanpa ada perencanaan yang pasti. Perusahaan asing yang masuk, tapi dari kita tidak banyak yang ikut," ungkap Carmelita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id