"YLKI menduga intervensi pemerintah dalam harga minyak goreng tidak akan efektif, sebab salah strategi," kata Tulus dalam keterangan resminya, Senin, 24 Januari 2022.
Salah strategi yang dimaksud ialah pemerintah dianggap tidak membereskan persoalan hulu dari tingginya harga minyak goreng kemasan yang masih dijual di kisaran Rp20 ribu ke konsumen.
"Ini salah strategi karena tidak menukik pada hulu persoalan yang sebenarnya, yakni adanya dugaan kartel di pasar minyak goreng," tuding Tulus.
Dari sisi konsumen, dia menambahkan program satu harga minyak goreng pasti memunculkan perilaku panic buying karena masyarakat ingin berebut membeli produk tersebut di dalam satu gerai.
"Seharusnya pemerintah membatasi pembelian, misalnya konsumen hanya boleh membeli satu bungkus atau satu liter saja," tutup Tulus.
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melihat ada sinyal kartel dari kenaikan harga minyak goreng yang terjadi belakangan ini lantaran perusahaan-perusahaan besar di industri minyak goreng kompak untuk menaikkan harga secara bersamaan.
Berdasarkan data Concentration Ratio (CR) yang dihimpun KPPU pada 2019 terlihat sekitar 40 persen pangsa pasar minyak goreng dikuasai oleh empat perusahaan besar yang juga memiliki usaha perkebunan, pengolahan CPO (minyak sawit), hingga beberapa produk turunan CPO seperti biodiesel, margarin, dan minyak goreng.
"Perusahaan minyak goreng relatif menaikkan harga secara bersama-sama walaupun mereka masing-masing memiliki kebun sawit sendiri. Perilaku semacam ini bisa dimaknai sebagai sinyal bahwa apakah terjadi kartel," duga Komisioner KPPU Ukay Karyadi beberapa waktu lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News