Dari hasil inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Satgas Pangan Jatim, ditemukan 15 ribu ton gula rafinasi dan 22 ribu ton gula kristal putih di gudang perusahaan pengolah gula ini. Terlebih penemuan ini terjadi di saat munculnya isu kelangkaan gula di Jatim.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan pemerintah harus memberikan efek jera kepada perusahaan yang melakukan aksi penimbunan. Apalagi aksi ini dilakukan saat kebutuhan gula meningkat saat Ramadan menjelang Lebaran.
"Kalau sanksi pidana mungkin disesuaikan dengan hukum yang berlaku. Tapi kalau dari sisi ekonomi pencari rente impor komoditas ini sudah selayaknya dicabut izin perusahaan dan didenda," kata dia kepada wartawan di Jakarta, Jumat, 30 April 2021.
Ia menambahkan munculnya aksi penimbunan tersebut dipicu oleh permasalahan gap harga antara gula dalam negeri dengan gula impor. Menurut dia, harga gula dari impor bisa setengah dari harga dalam negeri yang memiliki HET Rp12.500 per kg.
"Dengan menghitung asumsi biaya transport dan pengiriman, minimal importir gula bisa mendulang keuntungan sebesar Rp2 ribu per kg. Dengan impor gula yang mencapai tiga juta ton, maka keuntungannya bisa mencapai Rp6 triliun," ungkapnya.
Selain itu, masalah harga gula yang dipatok lewat HET sebesar Rp 12.500 per kg ternyata bisa mencapai lebih dari Rp15.000 per kg. Semakin tinggi harga di domestik, maka semakin tinggi pula keuntungan importir atau distributor gula ini.
"Makanya perusahaan-perusahaan tersebut enggan membeli tebu dari petani dan memproduksi gula dalam negeri, toh keuntungan dari impor sangat besar. Jadi mereka sengaja menimbun saja untuk menaikkan harga. Semakin cuan juga mereka," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id